REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memprediksi, ekonomi Indonesia pada kuartal pertama ini dapat tumbuh dalam rentang 4,5 sampai 4,9 persen. Proyeksi tersebut lebih lambat dibandingkan realisasi periode yang sama pada tahun lalu, yakni 5,07 persen.
Meski melambat, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, prediksi di bawah lima persen bagi ekonomi Indonesia sebenarnya masih baik di tengah dinamika ekonomi global saat ini. Khususnya di tengah perlambatan ekonomi China sebagai ekonomi terbesar dunia yang pasti berdampak pada banyak negara.
"Kalau di China sudah negatif dalam, di beberapa negara sudah negatif, tapi kita masih bisa bertahan," ujarnya dalam konferensi pers melalui live streaming, Rabu (18/3).
Sri menyebutkan, ekonomi global kini sedang mengalami risiko penurunan sangat nyata. Sebelumnya, lembaga International Monetary Fund (IMF) dan Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organisation for Economic Co-operation and Development/OECD) memprediksi ekonomi global mampu membaik dibandingkan tahun lalu yang di bawah tiga persen.
Kemudian, OECD menurunkan proyeksinya sebesar 0,5 basis poin menjadi 2,4 persen. Ini dengan asumsi, wabah Covid-19 di China hanya berlangsung selama satu kuartal dan tidak menyebar signifikan ke negara lain.
Tapi, apabila outbreak tersebut lebih lama dan intensif di banyak kawasan, pemotongan proyeksi pertumbuhan ekonomi menjadi semakin intensif yakni menjadi 1,5 persen. “Ini penurunan sangat drastis kalau kita lihat di ekonomi dunia, terlemah sejak krisis global 2008-2009,” kata Sri.
Berdasarkan proyeksi OECD, ekonomi Indonesia sepanjang 2020 pun ikut melambat yakni menjadi 4,8 persen. Sri menyebutkan, revisi ke bawah itu dikarenakan Cina menjadi mitra dagang utama Indonesia, terutama dari sisi perdagangan. Oleh karena itu, kemampuan China untuk menyembuhkan dirinya sendiri ini sangat menentukan situasi ekonomi Indonesia ke depannya.
Sri mengatakan, Kemenkeu sendiri masih belum bisa memberikan proyeksi sepanjang 2020. Sebab, banyak kemungkinan terjadi yang mempengaruhi prediksi pertumbuhan ekonomi sampai akhir tahun. "Ini masih belum kita pelajari nantinya seperti apa, pengaruh ke keseluruhan," ujarnya.
Sebelum ada Covid-19, kuartal kedua kerap kali menjadi tumpuan pertumbuhan ekonomi Indonesia mengingat ada momentum Ramadhan dan Lebaran. Tapi, Sri menilai, konsumsi kemungkinan akan tertahan di tahun ini yang bisa meredam laju ekonomi dari faktor dalam negeri.
Sri menilai, masyarakat sebenarnya memiliki peranan besar untuk hal ini. Apabila masalah corona dapat ditangani dengan baik melalui penahanan tingkat penyebaran virus, maka Indonesia punya kemungkinan untuk kembali menumpukan harapan pada semester dua.
"Kalau semua masyarakat disiplin, ikuti permintaan untuk tidak interaksi dulu, kita bisa self isolation sehingga penyebaran tertekan, kita punya kemungkinan harapan untuk kuartal kedua. Kita harap ini best case scenario," tutur mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu.