REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mendesak pemerintah melakukan upaya darurat menyusul melonjaknya pasien positif Covid-19 dan korban meninggal. Di antaranya menambah rumah sakit rujukan untuk menangani pasien.
"Kalau tidak dilakukan maka rumah sakitnya tidak bisa menampung pasien," ujar Ketua Umum Pengurus Besar IDI Daeng M Faqih, saat dihubungi Republika, Rabu (18/3).
Ia menambahkan, bila fasilitas kesehatan khusus rujukan tidak ditambah maka persoalan yang dihadapi adalah jumlah ruangan yang kurang. Selain itu, alat kesehatan untuk menangani itu juga bisa menjadi masalah karena tak memadai. "Jadi strateginya ya menambah rumah sakit," katanya.
Dengan ditambahnya rumah sakit, dia menambahkan, berarti otomatis tenaga medis dokter juga bertambah.
Di satu sisi, pihaknya juga meminta yang perlu diperhatikan adalah dukungan pemerintah seperti penyediaan alat perlindungan diri (APD). Daeng mengaku pihaknya meminta tambahan APD karena RS baru pasti tidak melengkapi dengan banyak APD, bahkan tidak menyediakan sama sekali.
Jika kelengkapan APD tidak dipenuhi, ia khawatir tenaga kesehatan dokter yang bertugas akan kewalahan dan jadi bumerang buat dia. "Apalagi APD di rumah sakit kan hanya sedikit yang tersedia. Padahal ini kondisi darurat, jadi pasti tidak cukup APD nya," ujarnya.
Daeng mengaku pihaknya telah mengajukan permohonan APD pada gugus tugas penanganan Covid-19. Hasilnya, dia melanjutkan, pihak pemerintah mengaku berkomitmen untuk menyediakannya. "Gugus tugas bilang berkomitmen menyiapkan atau memberikan suplai. Kemudian APD akan disalurkan ke RS itu," ujarnya.
Jadi, ia menyebutkan pekerjaan rumah pemerintah saat ini adalah menambah RS rujukan dan melengkapi APD.
Di satu sisi, ia juga meminta pemerintah melakukan pencegahan dari sumbernya dengan mengungkap data pasien positif Covid-19. Ia menyebutkan ini penting dilakukan karena selama ini contact tracing pasien positif corona tidak jelas. "Padahal membuka data pasien ini untuk mencegah penularan," ujarnya.
Kalau memang tidak mau diungkap ke publik, dia melanjutkan, minimal diungkap ke aparat seperti TNI/polri sampai pemerintah hingga RT/RW. Kemudian, ia menyebutkan perangkat desa ini ikut melokalisir daerah situ dan mengawasi yang bersangkutan benar-benar isolasi diri. "Kalau tidak dibuka, siapa yang mengawasi," katanya.
Karena itu, ia menegaskan aparat yang bisa mengawasi adalah aparat atau pejabat seperti rukun tetangga, rukun warga, Babinsa, Babinkam. "Karena kalau diserahkan pada kesadaran pasiennya belum tentu sadar, belum tentu peduli karena mungkin masih jalan-jalan," katanya.
Selain itu ia meminta isolasi di rumah atau social distancing yang kini tengah diterapkan juga harus diawasi pemerintah. Karena itu, ia meminta aparat juga harus dilibatkan untuk mengawai itu. Jika upaya ini tidak dilakukan, ia menambahkan meski RS ditambah, APD dilengkapi maka kasus tetap bertambah. "Kalau sumbernya tidak dibendung maka tetap susah nanti," katanya.