Kamis 19 Mar 2020 01:37 WIB

KPU Pelajari Putusan DKPP Soal Pemecatan Evi Novida Ginting

Ketua KPU akan mempelajari putusan DKPP soal pemecatan Evi Novida Ginting.

Ketua KPU Arief Budiman (tengah)
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Ketua KPU Arief Budiman (tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memecat Komisioner Evi Novida Ginting Manik atas dakwaan pelanggaran kode etik sebagai penyelenggara pemilu dalam Pileg DPRD Kalimantan Barat. Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengatakan pihaknya akan mempelajari putusan tersebut.

"Kami akan pelajari dulu putusan tersebut," kata Arief Budiman dalam pesan singkat yang diterima di Jakarta, Rabu (19/3).

Baca Juga

Seperti diberitakan sebelumnya, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memberhentikan tetap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Evi Novida Ginting Manik dalam sidang pembacaan putusan, Rabu (18/3). Perkara ini diajukan politikus Partai Gerindra, Hendri Makaluasc (Pengadu) yang juga calon anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat periode 2019-2024.

"Menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tetap kepada Teradu VII Evi Novida Ginting Manik selaku Anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia sejak putusan ini dibacakan," ujar Plt Ketua DKPP Muhammad dikutip berkas putusan persidangan perkara nomor 317-PKE-DKPP/X/2020, Rabu.

Selain itu, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Ketua KPU RI Arief Budiman (Teradu I) , Komisioner KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi, Ilham Saputra, Viryan Azis, dan Hasyim Asy’ari. Kemudian sanksi peringatan kepada Ketua Provinsi Kalimantan Barat Ramdan (Teradu VIII), Anggota KPU Provinsi Kalimantan Barat Erwin Irawan, Mujiyo, dan Zainab (Teradu XI).

Dalam pertimbangannya, DKPP menyebutkan, Teradu VIII dan XI secara patut telah menindaklanjuti Putusan Bawaslu yang menetapkan perolehan suara Hendri Makaluasc dari 5.325 berubah menjadi 5.384. Kemudian mengubah suara dan perolehan suara Cok Hendri Ramapon nomor urut tujuh Partai Gerindra semula 6.599 menjadi 4.185 suara.

Selain itu Teradu VIII dan XI juga menerbitkan Keputusan Nomor 48/PL.01.9-Kpt/61/Prov/IX/2019 yang mengubah calon terpilih dari Cok Hendri Ramapon menjadi Hendri Makaluasc. DKPP menilai tindakan Teradu VIII dan XI dibenarkan menurut hukum dan etika karena Putusan Bawaslu Nomor 83/LP/PL/ADM/RI/00.00/VIII/2019 tidak dimaksudkan menegasikan Putusan MK Nomor 154-02-20/PHPU.DPRDPRD/XVII/2019.

Namun, KPU RI melalui Surat Nomor 1922/PY.01-1-SD/06/KPU/IX/2019 tertanggal 4 September 2019 menyatakan Putusan Bawaslu a quo tidak dapat dilaksanakan. KPU RI secara sepihak meminta pembatalan hasil rapat pleno terbuka KPU Kalbar yang menetapkan hasil rekapitulasi perolehan suara, kursi, dan calon terpilih Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat sesuai dengan Amar Putusan MK dengan mengesampingkan Putusan Bawaslu RI.

Kemudian pada 11 September 2019 bertempat di Kantor KPU RI, KPU Provinsi Kalimantan Barat mengadakan rapat pleno yang tidak sesuai dengan aturan Undang-Undang tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi dan Penetapan Calon Terpilih Dalam Pemilihan Umum. Rapat Pleno tersebut menghasilkan Berita Acara Rapat Pleno Tertutup Nomor 29/PL.01.9.BA/61/Prov/IX/ 2019 tentang Pembatalan atas Rapat Pleno Terbuka KPU Provinsi Kalbar.

DKPP menilai, Teradu VIII dan XI mempunyai tugas dan wewenang menetapkan perolehan suara peserta pemilu berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara dan menetapkan calon terpilih Anggota DPRD Provinsi pada setiap Daerah Pemilihan. Berdasarkan ketentuan tersebut, Teradu VIII dan XI seharusnya tidak secara serta merta melaksanakan perintah KPU RI.

DKPP menimbang, permasalahan tentang penetapan anggota DPRD terpilih menunjukkan adanya kesalahan, tetapi hal tersebut sama sekali diabaikan oleh Para Teradu. Dengan demikian, Evi Novida sebagai Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan dan Logistik Pemilu KPU RI bertanggung jawab atas permasalahan tersebut.

Evi memiliki tanggung jawab etik lebih besar atas ketidakpastian hukum dan ketidakadilan akibat penetapan hasil Pemilu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan validitas dan kredibilitasnya. Selain itu Evi juga menjabat Wakil Koordinator Wilayah untuk Provinsi Kalimantan Barat.

Dengan demikian Evi Novida bertanggungjawab mengoordinasikan, menyelenggarakan, mengendalikan, memantau, supervisi, dan evaluasi terkait Penetapan dan Pendokumentasian Hasil Pemilu. Selain itu, Evi Novida pun telah mendapatkan sanksi peringatan keras atas Putusan DKPP Nomor 31-PKE-DKPP/III/2019 tanggal 10 Juli 2019.

Evi Novida terbukti melanggar kode etik dan dijatuhi sanksi peringatan keras serta diberhentikan dari jabatan ketua di divisi sebelumnya. Sanksi etik berupa peringatan keras disertai pemberhentian dari Koordinator Divisi, merupakan kategori pelanggaran kode etik berat.

Dengan demikian, atas pelanggaran kode etik dan pelanggaran penyelenggaraan pemilu kali ini, Evi dijatuhi sanksi pemberhentian tetap. Sebab, Evi dinilai tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawab divisi guna memastikan teknis penyelenggaraan pemilu yang menjamin terlayani dan terlindunginya hak-hak.

Sementara, Ketua dan Anggota KPU Kalbar terbukti melanggar ketentuan Pasal 6 ayat (2) huruf c dan huruf d Pasal 6 ayat (3) huruf a dan huruf f, juncto Pasal 10 huruf a, Pasal 11 huruf a, dan b, Pasal 15 huruf d, huruf e dan huruf f, Pasal 16 huruf e Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement