REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO — Otoritas medis di China mengatakan obat yang digunakan di Jepang untuk mengobati influenza jenis baru bisa jadi efektif bagi pasien yang terinfeksi virus corona terbaru. Zhang Xinmin, seorang pejabat di kementerian ilmu pengetahuan dan teknologi China, mengatakan favipiravir, yang dikembangkan oleh anak perusahaan Fujifilm, telah menunjukkan hasil menggembirakan dalam uji klinis di dua kota Negeri Tirai Bambu.
Obat ini diuji klinis di Wuhan dan Shenzhen dengan melibatkan 340 pasien. “Ini memiliki tingkat keamanan yang tinggi dan jelas efektif dalam perawatan,” ujar Xinmin dilansir The Guardian, Rabu (19/3).
Pasien covid-19 yang diberi obat favipiravir di Shenzhen menunjukkan hasil negatif dari infeksi virus tersebut. Mereka mendapatkan hasil negatif rata-rata dalam empat hari setelah positif, dibandingkan dengan rata-rata 11 hari untuk mereka yang tidak diobati dengan obat tersebut.
Berdasarkan pemeriksaan paru-paru pada sekitar 91 persen pasien yang mengkonsumsi favipiravir membaik, dibandingkan dengan 62 persen lainnya atau mereka yang tidak menggunakan obat ini.
Fujifilm Toyama Chemical mengembangkan favipiravir atau juga dikenal sebagai Avigan pada 2014. Meski demikian, perusahaan menolak untuk memberi komentar mengenai klaim bahwa produknya efektif dalam merawat pasien covid-19.
Saham perusahaan tersebut dilaporkan menguat pada Rabu (18/3), setelah adanya pernyataan dari Xinmin. Para dokter di Jepang sebelumnya diketahui menggunakan obat ini dalam studi klinis pada pasien covid-19 dengan gejala ringan hingga sedang dan berharap dapat mencegah virus berkembang biak pada pasien.
Meski demikian, sebuah sumber di Kementerian Kesehatan Jepang mengatakan bahwa favipiravir tidak efektif pada orang dengan gejala yang lebih parah. Menurut pihak berwenang, obat ini sempat diberikan kepada 70 hingga 80 orang. Namun, obat ini tidak berfungsi dengan baik saat infeksi telah menyebar secara berlipat ganda.
Keterbatasan yang sama telah diidentifikasi dalam penelitian yang melibatkan pasien covid-19 menggunakan kombinasi antiretroviral HIV lopinavir dan ritonavir, sumber menambahkan. Pada 2016, Pemerintah Jepang memasok favipiravir sebagai bantuan darurat untuk menghadapi wabah virus Ebola di Guinea, Afrika.
Favipiravir akan memerlukan persetujuan pemerintah untuk penggunaan skala penuh pada pasien COVID-19. Sebab, pada awalnya obat ini memang dimaksudkan untuk mengobati flu. Seorang pejabat kesehatan Jepang mengatakan kepada Mainichi bahwa obat itu dapat disetujui pada awal Mei mendatang, tetapi jika hasil penelitian klinis tertunda, persetujuan juga bisa demikian.