REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengajak seluruh umat Muslim berikhtiar dan bersama-sama berkontribusi sesuai kompetensi masing-masing menghadapi virus novel corona (Covid-19) sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020. Setiap orang wajib berikhtiar dalam mencegah penularan virus itu.
"Setiap orang wajib melakukan ikhtiar menjaga kesehatan dan menjauhi hal yang dapat menyebabkan terpapar penyakit, karena hal ini menjadi bagian dari menjaga tujuan pokok beragama (al-Dharuriyat al-Khams)," kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh dalam konferensi pers di Kantor BNPB, Jakarta, Kamis (19/3).
Niam juga menjelaskan tentang fatwa penyelenggaraan ibadah saat terjadi wabah corona sebagai panduan keagamaan bagi masyarakat, khususunya Muslim di Indonesia. Dalam kondisi seperti saat ini, menurut Niam sangat penting meningkatkan ketaqwaan masing-masing agar bisa diselamatkan dari musibah ini.
Adapun fatwa MUI tentang penyelenggaraan ibadah dalam situasi terjadi pandemi corona terbagi menjadi sembilan poin. Poin pertama, setiap orang wajib melakukan ikhtiar menjaga kesehatan dan menjauhi setiap hal yang diyakini dapat menyebabkannya terpapar penyakit, karena hal itu merupakan bagian dari menjaga tujuan pokok beragama (al-Dharuriyat al-Khams).
Poin kedua, orang yang telah terpapar virus corona, wajib menjaga dan mengisolasi diri agar tidak terjadi penularan kepada orang lain. Baginya shalat Jumat dapat diganti dengan shalat zhuhur di tempat kediaman karena shalat jumat merupakan ibadah wajib yang melibatkan banyak orang sehingga berpeluang terjadinya penularan virus secara massal.
Baginya haram melakukan aktivitas ibadah sunnah yang membuka peluang terjadinya penularan, seperti jamaah shalat lima waktu/ rawatib, shalat tarawih dan Id di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan tabligh akbar. Ketiga, yang sehat dan yang belum diketahui atau diyakini tidak terpapar Corona-19 harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya tinggi atau sangat tinggi berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang, ia boleh meninggalkan shalat Jumat dan menggantinya dengan shalat zhuhur di tempat kediaman, serta meninggalkan jamaah shalat lima waktu/rawatib, tarawih, dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya.
Jika ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya rendah berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang, ia tetap wajib menjalankan kewajiban ibadah sebagaimana biasa dan wajib menjaga diri agar tidak terpapar virus corona, seperti tidak kontak fisik langsung (bersalaman, berpelukan, cium tangan), membawa sajadah sendiri, dan sering membasuh tangan dengan sabun.
Keempat, dalam kondisi penyebaran Covid-19 tidak terkendali di suatu kawasan yang mengancam jiwa, umat Islam tidak boleh menyelenggarakan shalat jumat di kawasan tersebut, sampai keadaan menjadi normal kembali dan wajib menggantinya dengan shalat zhuhur di tempat masing-masing.
Demikian juga tidak boleh menyelenggarakan aktivitas ibadah yang melibatkan orang banyak dan diyakini dapat menjadi media penyebaran Covid-19, seperti jamaah shalat lima waktu/ rawatib, shalat tarawih dan Id di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan majelis taklim.
Kelima, dalam kondisi penyebaran Covid-19 terkendali, umat Islam wajib menyelenggarakan shalat Jumat. Keenam, pemerintah menjadikan fatwa ini sebagai pedoman dalam upaya penanggulangan Covid-19 terkait dengan masalah keagamaan dan umat Islam wajib mentaatinya.
Ketujuh, pengurusan jenazah (tajhiz janazah) terpapar Covid-19, terutama dalam memandikan dan mengkafani harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang, dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat. Sedangkan untuk menshalatkan dan menguburkannya dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar Covid-19.
Kedelapan, umat Islam agar semakin mendekatkan diri kepada Allah dengan memperbanyak ibadah, taubat, istighfar, zikir, membaca qunut nazilah di setiap shalat fardhu, memperbanyak shalawat, memperbanyak sedekah, dan senantiasa berdoa kepada Allah SWT agar diberikan perlindungan dan keselamatan dari musibah dan marabahaya (doa daf’u al-bala’), khususnya dari wabah Covid-19.
Kesembilan atau terakhir, tindakan yang menimbulkan kepanikan dan/atau menyebabkan kerugian publik, seperti memborong dan menimbun bahan kebutuhan pokok dan menimbun masker hukumnya haram.