REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh: Moh Solichin
JAKARTA -- Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, (Muhammad), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa mu". Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang. (QS 3:31)
Pada tahun ke-6 Hijrah, Nabi SAW beserta para sahabat dalam jumlah yang besar bertolak dari Madinah dengan membawa 70 ekor unta untuk dijadikan hewan kurban. Niat beliau dan para sahabat adalah melaksanakan ibadah haji yang pertama bagi umat Islam secara besar-besaran.
Saat itu Ka'bah di kota Makkah masih dikuasai oleh kaum Quraisy yang musyrik yang jelas-jelas memusuhi Nabi dan para sahabat. Di tengah perjalanan, tepatnya di Hudaibiyah, Nabi dan para sahabat mendapatkan kabar kaum Quraisy Makkah menolak kedatangan Nabi SAW dan rombongan. Alasannya, rombongan Nabi bukan berniat berhaji, namun hendak berperang menyerang penduduk Makkah.
Kepada utusan Quraisy yang membawa pesan itu, Nabi meyakinkan rombongan itu semata-mata untuk ibadah haji. Agar lebih yakin lagi, Nabi memotong sebagian unta yang dibawa untuk kurban dan sekaligus menunjukkan kepada utusan tersebut bahwa rombongan tidak membawa senjata perang.
Namun, kaum Quraisy tetap tidak membolehkan Nabi dan para sahabatnya memasuki kota Makkah. Mereka baru akan mengizinkan Nabi melaksanakan ibadah haji tahun berikutnya. Akhirnya Nabi menerima permintaan itu.
Inilah tauladan Nabi yang penuh kesabaran, memiliki kestabilan emosi untuk tidak memaksakan kehendak dalam beribadah. Demi menjaga kedamaian beliau mengambil sikap bersahabat. Yang paling penting bagi beliau adalah sikap dan langkah beliau ini mendapat ridha dari Allah SWT.
Hikmah yang dapat kita ambil dan kisah yang mulia tersebut adalah tak perlu kita memaksakan waktu kegiatan ibadah seperti doa bersama secara besar-besaran di lapangan yang luas, apalagi ini tidak wajib, di tengah-tengah masyarakat yang justru khawatir akan dampak negatif kegiatan itu.
Mari kita ikuti Nabi, kalau kita ingin memperoleh ridha Allah SWT. Wallahu a'lamu bish-showab.