REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia merevisi pertumbuhan ekonomi Indonesia dan dunia setelah ketidakstabilan meningkat karena penyebaran virus Covid-19. Gubernur BI, Perry Warjiyo menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia direvisi seiring dengan penurunan proyeksi ekonomi dunia.
"BI merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 dari 5,0-5,4 persen menjadi 4,2-4,6 persen," katanya dalam konferensi pers yang dilakukan secara streaming, Kamis (19/3).
Perry mengatakan proyeksi dampak Covid-19 yang tadinya diprediksi berakhir Maret pun diperpanjang menjadi Mei. Ini sesuai dengan prakirakan dari pemerintah yang menetapkan masa darurat Covid-19 hingga 29 Mei 2020.
BI memperkirakan pasca berakhirnya Covid -19, pertumbuhan ekonomi 2021 kembali meningkat menjadi 5,2-5,6 persen. Antara lain dipengaruhi upaya Pemerintah memperbaiki iklim investasi melalui RUU Cipta Kerja dan Perpajakan.
Perry menyampaikan, wabah Covid-19 memberikan tekanan yang cukup tinggi karena memunculkan kepanikan global. Sehingga investor asing menarik dananya beramai-ramai untuk ditempatkan ke instrumen yang lebih aman.
"Ada risiko tinggi karena kepanikan, maka dari itu kami memastikan mekanisme pasar tetap terjaga, likuiditas terjaga, dan confidence pasar yang terjaga," katanya.
BI juga mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia karena perpanjangan ketidakstabilan. Dengan risiko ke bawah yang tetap besar, BI memprakirakan pertumbuhan ekonomi global 2020 turun menjadi 2,5 persen, lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi 2019 sebesar 2,9 persen dan juga proyeksi sebelumnya sebesar 3,0 persen.
Pascaberakhirnya wabah Covid-19, perekonomian global diprakirakan kembali meningkat pada 2021 menjadi 3,7 persen, lebih tinggi dari prakiraan sebelumnya 3,4 persen.
Penyebaran cepat Covid-19 ke banyak negara di luar China memberikan tekanan signifikan. Hingga 18 Maret 2020, Covid-19 telah menyebar ke 159 negara, tidak hanya di kawasan Asia, tetapi juga ke Eropa dan Amerika Serikat.