Kamis 19 Mar 2020 18:48 WIB

Stres karena Corona dapat Munculkan Stigma ke Penderita

Penyebaran virus corona secara global dapat memunculkan kekhawatiran dan stres.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ratna Puspita
Stres karena pandemi corona ini dapat memiliki stigma negatif di pikiran masyarakat kepada orang yang terinfeksi virus novel corona (Covid-19).
Foto: Pxfuel
Stres karena pandemi corona ini dapat memiliki stigma negatif di pikiran masyarakat kepada orang yang terinfeksi virus novel corona (Covid-19).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Psikolog dari lembaga filantropi Dompet Dhuafa Maya Sita mengatakan penyebaran virus novel corona (Covid-19) di berbagai negara dapat memunculkan tekanan stres. Tidak hanya itu, dia mengatakan, orang-orang yang stres karena pandemi corona ini dapat memiliki stigma negatif di pikiran masyarakat kepada orang yang terinfeksi virus novel corona (Covid-19). 

Ia mengatakan kondisi tersebut sebenarnya wajar pada saat ini. Menurut Sita, Covid-19 yang terjadi secara global dan membuat siapapun bisa tertular sehingga menimbulkan kekhawatiran dan tekanan pada manusia.

Baca Juga

"Manusia menjadi stres ke arah negatif. Sementara saat kita stres, pikiran kita merespons dan menghasilkan stigma," ujarnya saat ditemui Republika usai video conference workshop kesiapan tenaga kesshatan dan fasilitas kesehatan dan dukungan psikososial dalam penanggulangan Covid-19, di kantor Dompet Dhuafa, Kamis (19/3).

Ia menambahkan, stigma negatif Covid-19 bisa dilawan dengan informasi. Artinya, memberikan informasi akurat menjadi salah satu kunci melawan stigma. 

Ia menjelaskan, informasi yang benar bisa mempengaruhi otak manusia membuat satu kesimpulan yang tepat. "Kalau dia paham bahwa Covid-19 itu tidak menular melalui bersentuhan baju maka stigma itu tidak muncul. Sebaliknya kalau tidak tahu, kurang informasi maka stigma negatif itu muncul," katanya.

Karena itu, ia meminta pemerintah harus menyediakan informasi tersebut. Pemerintah diminta memiliki kanal yang tepat dan akurat dalam memberikan informasi kepada masyarakat. 

Sebab, ia menegaskan kalau informasi yang didapat masyarakat tidak akurat, masyarakat menjadi panik dan memberikan berbagai reaksi. Tidak hanya stigma negatif terhadap penderita, tetapi juga reaksi berupa melakukan panic buying.

"Pemerintah sebagai corong informasi harus menyediakannya dengan akurat dan terus menerus. Jadi tidak bisa hanya melakukan pencitraan," ujarnya.

Selain itu, ia meminta media juga menjembatani memberikan informasi yang benar. Yang tak kalah penting adalah media sosial juga harus memiliki fakta ketika mempublikasi informasi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement