Jumat 20 Mar 2020 15:23 WIB

Komisioner KPU Evi Gugat Keputusan Pecat, Ini Jawaban DKPP

DKPP menilai keputusan pemecatan Evi bersifat final dan mengikat.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Teguh Firmansyah
Ketua KPU Arief Budiman (kiri) berbincang dengan Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik (kanan) saat memberikan pernyataan sikap terhadap putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Kantor KPU, Jakarta, Kamis (19/3/2020). (Antara/M Risyal Hidayat)
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Ketua KPU Arief Budiman (kiri) berbincang dengan Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik (kanan) saat memberikan pernyataan sikap terhadap putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Kantor KPU, Jakarta, Kamis (19/3/2020). (Antara/M Risyal Hidayat)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksana tugas (Plt) Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Muhammad mengatakan, putusan DKPP terkait pemberhentian Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik bersifat final dan mengikat. Namun, ia mempersilakan Evi bila ingin menempuh upaya hukum lainnya.

"Final dan mengikat itu berarti bagi KPU dan Bawaslu tidak ada upaya hukum lagi, tetapi ya silakan saja ya sebagai warga negara Bu Evi misalnya punya pertimbangan lain, upaya hukum lain, tentu (kami) tidak dalam posisi akan mendorong atau tidak mendorong, kan itu hak warga negara," ujar Muhammad saat dihubungi, Jumat (20/3).

Baca Juga

Ia pun menjawab berbagai alasan keberatan Evi terhadap putusan DKPP yang menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap dari anggota KPU RI kepada Evi. Mengenai DKPP tak punya dasar karena pengadu sudah mencabut aduannya, Muhammad mengatakan, DKPP tetap bisa melanjutkan proses pemeriksaan perkara.

Ketentuan itu diatur dalam Peraturan DKPP Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Muhammad dan majelis hakim DKPP menilai perkara tersebut penting dilanjutkan karena menyangkut kemurnian suara pemilih.

Menurut dia, DKPP juga sering tetap melanjutkan pemeriksaan perkara meski pengadu telah mencabut aduannya. Ia menambahkan, meski DKPP hanya memiliki kewenangan pasif, DKPP tetap boleh memeriksa aduan meski telah dicabut. Hal itu memungkinkan jika tidak ada sesuatu yang menghalangi dan DKPP menilai perkara penting untuk tetap diperiksa.

Sementara itu, terkait rapat pleno DKPP dinilai tidak kuorum, Muhammad membantah karena melihat kondisi keanggotaan DKPP saat ini. Dalam Peraturan DKPP, rapat pleno dihadiri seluruh anggota berjumlah tujuh orang, kecuali dalam keadaan tertentu paling sedikit lima orang.

Namun, kata dia, anggota DKPP yang dapat mengikuti rapat pleno hanya tersisa empat orang. Ketua DKPP sebelumnya, Harjono keluar dari lembaga, karena diangkat presiden menjadi anggota dewan pengawas KPK.

Kemudian, Hasyim Asy'ari sebagai anggota DKPP dari unsur KPU menjadi teradu sehingga tidak bisa menjadi majelis hakim DKPP. Lalu Anggota DKPP Rahmat Bagja dari unsur Bawaslu juga tak bisa menjadi majelis hakim karena menjadi pihak terkait dalam perkara tersebut.

"Jadi anggota ini empat, semuanya menjadi majelis dan itu kuorum," kata Muhammad. Terkait ketentuan kuorum ini, Muhammad mengatakan, diatur dalam peraturan internal DKPP melalui surat keputusan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement