REPUBLIKA.CO.ID, MADINAH -- Benih-benih tasawuf sudah ada sejak kehidupan Nabi Muhammad SAW. Hal ini dapat dilihat dari perilaku dan peristiwa dalam hidup, ibadah, dan pribadi Nabi SAW. Peristiwa dan perilaku Nabi SAW sebelum diangkat menjadi nabi dan rasul, beliau sering berkhalwat (menyendiri) di Gua Hira. Di Gua Hira, beliau melakukan zikir dan bertafakur dalam rangka mendekatkan diri pada Allah. Peristiwa ini merupakan acuan kaum sufi dalam melakukan khalwat.
Begitu juga, dengan peristiwa yang dialami Rasulullah SAW saat beliau melaksanakan Isra Mi'raj hingga sampai ke sidratul muntaha dan berdialog dengan Allah SWT. Sementara itu, dalam ibadah Rasulullah SAW senantiasa mengerjakan apa yang diperintahkan Allah. Beliau beribadah (shalat malam) hingga kakinya bengkak dan melaksanakan puasa. Beliau sangat tekun dalam beribadah.
Lalu, pada masa Khulafa'ur Rasyidin (sahabat Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali), para kaum sufi mencontoh perilaku sahabat dalam hal keteguhan iman, ketakwaan, kezuhudan, dan budi pekerti yang luhur. Sahabat merupakan perwujudan langsung murid Rasulullah yang terpercaya. Mereka juga senantiasa meneladani dan mengikuti kehidupan Nabi SAW.
Dalam kitab al-Luma', mengutip ucapan Ali Utbah al-Hilwani (salah seorang tabiin), Abu Nasr al-Sarraj al-Tusi menulis tentang kehidupan sahabat. ''Maukah saya beri tahukan kepadamu tentang kehidupan para sahabat Rasulullah SAW? Pertama, bertemu dengan Allah lebih mereka sukai daripada kehidupan dunia. Kedua, mereka tidak pernah takut terhadap musuh, baik sedikit maupun banyak. Ketiga, mereka tidak takut miskin dalam urusan duniawi dan mereka percaya semua rezeki berasal dari Allah.''
Abu Bakar dikenal sebagai seorang saudagar kaya, yang kemudian setelah ber-Islam memilih hidup sederhana dan memberikan sebagian besar hartanya untuk membantu perjuangan Islam. Ia juga berpakaian sangat sederhana dan memilih pakaian takwa dengan hiasannya berupa sifat rendah hati, santun, sabar, dan selalu mendekatkan diri kepada Allah.
Umar bin Khattab terkenal dengan keheningan jiwa dan kebersihan kalbunya. Sehingga, Rasulullah SAW berkata: ''Allah telah menjadikan kebenaran pada lidah dan hati Umar.'' Ia terkenal dengan kezuhudan dan kesederhanaannya. Dalam sebuah riwayat diceritakan, sebagai seorang khalifah, Umar menggunakan pakaian yang bertambal dengan 12 tambalan saat berpidato.
Usman bin Affan menjadi teladan sufi dalam banyak hal. Usman adalah seorang yang kaya raya, namun bersifat zuhud, tawadlu', banyak mengingat Allah, dan memiliki akhlak yang terpuji. Hartanya dipergunakan untuk kepentingan agama Islam.
Ali bin Abi Thalib memiliki keteladanan dalam dunia kerohanian. Ia mendapat tempat khusus di kalangan sufi. Ali dianggap sebagai guru kerohanian karena dianggap mendapatkan warisan langsung dari Rasulullah SAW. Ali juga disebutkan memiliki ilmu laduni, yaitu ilmu yang diberikan hanya pada orang-orang tertentu. Ia juga tidak merasa malu memakai pakaian yang robek dan menambalnya sendiri, sebagaimana hal ini juga dicontohkan Rasulullah SAW.
Demikian juga, dengan kehidupan ahl al-Shuffah, yaitu orang-orang yang tinggal di Masjid Nabawi dalam keadaan serbakekurangan, namun memiliki keteguhan hati dalam beribadah kepada Allah. Langkah ini kemudian juga banyak diterapkan para tabiin, tabiit tabiin hingga dewasa ini.