REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengingatkan seluruh masyarakat dunia untuk memperhatikan kesehatan mental dan kesehatan fisik. Keduanya harus dijaga selama menjalani masa karantina di tengah krisis penyebaran virus corona (COVID-19).
"Dalam situasi sulit ini, penting untuk memperhatikan kesehatan fisik dan mental. Anjuran ini tidak hanya akan membantu anda dalam jangka panjang, tetapi juga berguna melawan COVID-19 jika anda tertular," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Ghebreyesus dalam sambutannya saat memberi pengarahan harian di Markas WHO, Jenewa, Swiss, Jumat (20/3).
Selama krisis kesehatan ini berlangsung, Ghebreyesus menyarankan agar masyarakat dunia mengonsumsi makanan yang bernutrisi. Sebab, asupan sehat dapat membantu menguatkan sistem imun atau daya pertahanan tubuh.
Kedua, Ghebreyesus juga meminta warga mengurangi konsumsi alkohol dan minuman dengan kadar gula tinggi. Ketiga, berhenti merokok.
"Rokok dapat meningkatkan risiko terserang penyakit parah jika anda tertular COVID-19," tegas dia.
Keempat, direktur jenderal WHO itu berharap selama menjalani karantina masyarakat tetap berolahraga. Anjuran WHO, olahraga selama 30 menit untuk orang dewasa dan satu jam per hari untuk anak-anak.
Jika otoritas setempat memperbolehkan aktivitas di luar, Ghebreyesus menganjurkan masyarakat untuk ke luar berjalan kaki, lari, atau mengendarai sepeda tetapi tetap memperhatikan jarak aman dengan orang lain. Apabila diwajibkan tetap berada di rumah, anda dapat mengikuti panduan olahraga di Internet, menari, Yoga, atau naik dan turun tangga.
Kelima, Ghebreyesus meminta warga untuk memperhatikan kesehatan mental. Menurut dia, berbicara dengan teman dan kerabat merupakan salah satu cara mengurangi tekanan dalam pikiran.
"Jika anda merasa stres, bingung, dan takut, itu perasaan yang normal di tengah krisis," jelas dia.
Ghebreyesus juga meminta tiap individu untuk memeriksa kabar teman dan kabar selama masa karantina berlangsung di banyak negara. Kepedulian terhadap sesama dapat jadi obat. Menurut dia, kecemasan seringkali datang karena informasi terkait COVID-19 yang cenderung melebih-lebihkan dan tidak akurat.