REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Malaysia mengerahkan pasukan militer pada Ahad (22/3) untuk membantu mengawasi dan menegakkan perintah pembatasan pergerakan, sebagai upaya mencegah penyebaran virus korona jenis baru atau Covid-19.
Menteri Pertahanan Malaysia, Ismail Sabri Yaakob mengatakan, pengerahan militer tersebut dilakukan setelah ada beberapa warga yang tidak patuh terhadap upaya pemerintah dalam mengendalikan Covid-19.
"Meskipun polisi telah mengatakan kepatuhan 90 persen sekarang, namun 10 persen bukan jumlah yang kecil," kata Ismail.
Ismail menjelaskan, pasukan militer bersama dengan polisi akan bersama-sama melakukan patroli di jalan-jalan, termasuk di daerah pedesaan. Selain itu, mereka juga akan melakukan penjagaan di rumah sakit serta pasar.
"Di antara hal-hal yang akan dilakukan bersama oleh polisi dan tentara termasuk memblokade jalan. Demikian juga untuk patroli di daerah perkotaan dan pedesaan, menjaga keamanan di rumah sakit, mengawasi daerah yang padat dan mungkin tidak mematuhi perintah, seperti pasar," ujar Ismail.
Malaysia sejauh ini melaporkan 1.183 kasus Covid-19 yang dikonfirmasi, dan 9 kematian. Asia Tenggara secara keseluruhan telah menkonfirmasi 3.200 kasus Covid-19. Negara-negara di Asia Tenggara yang menjadi pusat penyebaran pandemi Covid-19 yakni Thailand, Indonesia, Singapura, dan Filipina.
Sebanyak 60 persen pasien positif Covid-19 di Malaysia menghadiri acara tabligh akbar yang diadakah selama empat hari di sebuah masjid di dekat ibukota Kuala Lumpur. Penyelenggara mengatakan, acara tabligh akbar yang dihadiri oleh 14.500 jamaah tersebut sebelumnya telah mendapatkan izin dari kepolisian.
Pada Kamis lalu, pihak berwenang masih berusaha untuk melacak sekitar 4.000 warga Malaysia yang hadir di acara itu. Kementerian Kesehatan memperkirakan, jumlah kasus Covid-19 akan meningkat pekan depan apabila pihak berwenang tidak dapat melacak ribuan peserta tabligh akbar lainnya.
"Setelah mendengar laporan dari ribuan atau peserta yang belum diskrining, banyak yang telah kembali ke departemen kesehatan atau rumah sakit secara berulang kali hingga nama mereka dicatat," ujar ketua tim penyelenggara tabligh akbar, Abdullah Cheong.
Abdullah mengatakan, di antara ribuan peserta yang hadir dalam tabligh akbar terdapat beberapa warga asing dan 200 warga Rohingya. Pemerintah mencatat, jumlah peserta yang hadir dalam acara tersebut mencapai 16.000 orang.