REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam proses belajar-mengajar terkadang guru menyampaikan suatu ilmu atau pelajaran yang sudah sering murid dengar. Syafri Muhammad Noor dalam bukunya Adab Murid Terhadap Guru mengatakan, meski ilmu yang disampaikan oleh guru sudah pernah didengar dan dipahami, murid tidak boleh menyanggahnya sebagai suatu adab murid terhadap guru.
"Apabila mendengar guru menyebutkan suatu hukum dalam sebuah masalah atau sebuah faidah yang unik, atau menceritakan kisah atau melantunkan syair, sementara murid sudah menghafalkannya, hendaknya tetap diam," katanya.
Seorang murid, menurut Syafri Muhammad, ketika berada di majelis ilmu di mana seorang guru menyampaikan suatu pelajaran yang sudah pernah didengar tetap harus menyimak dengan baik, layaknya orang yang menimba faidah darinya pada saat itu. Hal ini merupakan suatu adab murid terhadap guru.
"Murid yang mendengarkan harus penuh antusias dan berbahagia dengannya, seolah-olah tidak pernah mendengarnya sebelumnya," katanya.
Syafri mengatakan adab seperti ini juga pernah dilakukan Imam Atha. Imam Atha berkata. "Sesungguhnya aku mendengar sebuah hadits dari seorang laki-laki, padahal aku lebih mengetahui daripada dia, namun aku menampakkan diri kepadanya bahwa aku tidak mengetahui apa pun tentangnya," katanya.
Dia juga berkata: "Sesungguhnya seorang pemuda menyampaikan sebuah hadits, maka aku menyimaknya seolah-olah aku belum pernah mendengarnya, padahal aku sudah mendengarnya sebelum dia dilahirkan."
Murid juga, jika guru pada saat pelajaran bertanya apakah sudah hafal, maka jangan dijawab dengan ‘iya’. Kenapa demikian, karena hal tersebut menunjukkan dia tidak membutuhkan guru, namun tidak boleh pula menjawab ‘tidak’, karena ia akan berdusta.
"Akan tetapi menjawab, aku ingin mendengarkan dari sang guru atau aku ingin menerimanya dari sang guru, atau hafalan ini sudah lama atau yang
lebih shahih adalah dari guru," katanya.