REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung meminta warga tidak turut menyebarkan info maupun data terkait virus korona. Sebab, informasi dan data yang belum tentu valid semakin menambah kecemasan publik, terlebih di tengah kekhawatiran massal ihwal bahaya pandemi virus korona (Covid-19).
Ketua AJI Bandar Lampung Hendry Sihaloho mengatakan, belakangan ini beredar informasi yang berhubungan dengan infeksi Covid-19. Bahkan, kemarin tersiar gambar berisi data wilayah yang disebut zona rawan. Memang, data itu tidak secara spesifik menyebut zona rawan corona. Namun, si penyebar mengetahui bahwa publik akan mengaitkan hal tersebut dengan pandemi virus corona.
"Penyebar informasi yang mengirim belum mengetahui kebenaran soal informasinya ini kami sebut misinformasi,” kata Hendry dalam keterangan persnya di Bandar Lampung, Senin (23/3).
Ia mengatakan, tak sedikit yang percaya dengan data itu, lalu latah menyebarkan. Sehingga membuat warga yang dilanda kecemasan soal virus corona pun semakin bertambah khawatir.
Dia melanjutkan, gambar berisi data zona rawan yang beredar di masyarakat tidak utuh. Artinya, si penyebar mempunyai niat tak baik. Sebab, data yang tidak utuh akan membuat publik berasumsi bahwa hal ini berhubungan dengan virus korona.
Dalam gambar yang utuh terdapat keterangan bahwa wilayah-wilayah dimaksud merupakan tempat yang dilalui para sales. Mereka diminta untuk selalu memakai masker dan pakai hand sanitizer bila berkunjung ke toko-toko di kawasan tersebut. Selain itu, dalam gambar utuh tertera ‘bukan untuk konsumsi publik’.
Menurut Hendry, penyebaran data yang bermaksud membuat masyarakat khawatir berlawanan dengan upaya-upaya penanggulangan krisis korona di Indonesia. Seyogianya setiap elemen masyarakat turut mendukung penanggulangan krisis. Sehingga, pandemi yang berdampak terhadap kehidupan sosial ini segera berakhir.
Dia juga mengimbau masyarakat tidak latah menyebarkan bila menerima kabar/info, terlebih data pribadi pasien korona dan keluarganya. Sebab, pasien dan keluarganya bisa mendapat stigma sosial. Masyarakat sebaiknya melindungi dan menghormati privasi pasien dan keluarganya.
“Selain itu, kami mengimbau masyarakat tidak panik. Tak perlu memborong habis masker, hand sanitizer, serta menimbun bahan pokok. Bila Anda membeli ludes masker dan hand sanitizer, maka orang lain berpotensi terpapar virus korona. Jika terpapar berarti tidak memutus rantai penyebaran viruskan. Artinya, perlu kesadaran kolektif melawan virus korona,” kata dia.
Hendry pun meminta pemerintah turut menekan hoax maupun misinformasi seputar korona. Misalnya, langsung merespons begitu menerima atau mengetahui kabar tak benar soal korona di masyarakat. Jangan lagi bersikap pasif, seperti menunggu dihubungi jurnalis.
“Pemerintah juga tak cukup membangun narasi ‘Kami serius dan siap’; ‘Masyarakat tetap tenang’, tapi bahan pokok di pasaran sulit diperoleh dan naik. Ini kan indikasi bahwa masyarakat tidak tenang,” ujar Hendry.