Selasa 24 Mar 2020 08:21 WIB

Please Jangan Egois, Corona Bukan Hanya Tentang Kamu

Agama mengajarkan kita untuk tak hanya memikirkan diri sendiri.

Gita Amanda
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Gita Amanda*)

Kamis (19/3) lalu, saya meradang saat mendengar kabar mama saya dan sejumlah ibu di pengajiannya berencana jalan-jalan ke Tasikmalaya. Tak pikir panjang, saya langsung telepon mama menanyakan kebenarannya.

Mama merasa tak apa jalan-jalan sebentar, toh ke lokasi yang tak banyak pasien coronan katanya. Toh, hanya untuk jalin silaturahim. Toh, habis itu langsung kembali pulang ke rumah dan tak kemana-mana lagi. Toh, kematian sudah ditakdirkan Allah SWT.

Saya bilang sama mama, corona bukan hanya tentang mama atau teman-teman pengajian mama. Saya bilang, mama mungkin bisa tidak tertular, tapi mama bisa menjadi pembawa virus yang menularkan orang lain. Nularin cucu-cucu mama, nularin mbah (nenek saya), atau tetangga lain di sekitar yang tak tau apa-apa.

Saya bilang, mungkin mama dan teman-teman pengajian termasuk orang-orang saleha yang begitu siap dengan kematian. Jadi jika pun corona menyapa dan kalian meregang nyawa, dengan kepasrahan yang selama ini kerap kalian gaungkan, mungkin akan langsung masuk surga. Tapi, bagaimana kalau mama menulari orang yang belum siap akan itu?

Mendengar penjelasan panjang saya, mama pun urung berangkat. Beberapa kawannya pun membatalkan. Meski ada juga yang keukeuh berangkat, dengan berbagai alasan. Lagi-lagi kalimat semua serahkan kepada Allah SWT menjadi kunci.

Tak ada yang salah dengan kepasrahan kepada Sang Pencipta. Sebagai manusia kita memang harus pasrah. Tapi agama mengajarkan pasrah ada diurutan akhir. Tentu ikhtiar atau usaha dan tawakal ada di urutan sebelumnya.

Bahkan dengan mengikuti anjuran pemerintah untuk berdiam di rumah, itu juga artinya kita menerima takdir Sang Pencipta yang mungkin sedang memberikan tegurannya kepada manusia lewat wabah ini. Keikhlasan kita sedang diuji, bagaimana kita bisa menerima ketetapannya ini.

Saya bukan ahli agama, tapi bukankah agama mengajarkan kita untuk tak hanya memikirkan diri sendiri. Setiap hak asasi yang kita miliki saja dibatasi dengan hak asasi orang lain. Jadi mengapa kita masih begitu egois untuk hanya memikirkan diri sendiri.

Banyak yang berkoar-koar di luaran sana, mengatakan jangan takut dengan virus yang berukuran sangat kecil ini takut pada penciptanya. Tak ada yang salah dengan kalimat tersebut. Sungguh. Tapi menyikapi itu bukan dengan lantas tetap bepergian sesuka hati.

Saat ini keikhlasan kita, menerima ketetapan untuk diam di rumah sementara sedang diuji. Pemerintah mengupayakan banyak cara mengatasi pandemi ini. Mulai dari perintah pembatasan, pengadaaan alat kesehatan hingga pembelian obat penangkal. Tapi semua upaya itu, dengan segala keterbatasannya, akan sia-sia jika masyarakat tak ikut membantu.

Tenaga medis berupaya keras di baris terdepan. Mengesampingkan keselamatan diri mereka sendiri demi merawat para pasien corona. Dengan perlengkapan "tempur" yang semakin terbatas dan seadanya, mereka bukan tak gentar. Tapi demi kemanusiaan mereka tetap lakukan. Semua usaha mereka akan sia-sia jika warga masih abai dan kasus semakin bertambah.

Kita bukan tenaga medis yang bisa membantu merawat pasien corona yang kian bertambah. Kita bukan pemerintah yang bisa menelurkan kebijakan. Sebagian kita mungkin bukan orang kaya yang bisa menyumbang sejumlah besar rupiah untuk membantu.

Tapi, kita bisa berdiam di rumah untuk sementara. Mengurangi interaksi dengan orang di luaran berarti mengurangi kemungkinan penularan meluas. Dengan semakin banyak yang nurut untuk diam sementara di rumah, semoga bisa menekan angka kasus positif corona.

Bersyukurlah yang bisa di rumah sementara. Karena banyak yang mau tak mau, suka tak suka, mereka masih harus keluar. Sebab jika mereka tetap di rumah mungkin mereka juga tak bisa memenuhi kebutuhan hidup.

Jadi untuk yang bisa di rumah. Diam lah sebentar saja. Tak takut pada corona dengan berani diam di rumah, supaya corona tak memanfaatkanmu untuk jadi penyebar virusnya. #dirumahaja, please!

*) penulis adalah jurnalis republika.co.id

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement