Selasa 24 Mar 2020 09:56 WIB

KH Maimoen Zubair, Ulama-Politikus Kharismatik (3)

KH Maimoen Zubair dinilai layak menjadi teladan di bidang keagamaan dan politik.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
KH Maimoen Zubair, Ulama-Politikus Kharismatik. Foto: Cover Koran Republika dengan gambar Mbah Moen.
Foto: Republika
KH Maimoen Zubair, Ulama-Politikus Kharismatik. Foto: Cover Koran Republika dengan gambar Mbah Moen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam ceramah-ceramahnya, Mbah Moen tidak pernah menyakiti hati umat Islam yang berbeda kelompok sekalipun. Karena itu, Mbah Moen diterima di semua kalangan. Ulama yang berjiwa nasionalis ini ingin umat Islam bersatu untuk memajukan Indonesia.

Pada 2018 lalu, Mbah Moen sudah duduk di atas kursi roda. Kendati demikian, Mbah Moen tetap semangat dalam berdakwah dan masih bersedia memenuhi undangan acara-acara di Jakarta. Penulis sendiri pernah menyaksikan sendiri saat Mbah Moen menghadiri acara Dzikir Kebangsaan di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur pada 2018 lalu.

Baca Juga

Saat itu Mbah Moen menyampaikan bahwa jika umat Islam bersatu Indonesia akan menjadi lebih sejahtera dan makmur. "Jadi intinya kalau sudah dua itu (nasionalis-religius) bersatu, Indonesia ini adalah bersatu. Sebab umat Islam lebih 55 persen. Kalau sudah umat Islam bersatu, pasti Indonesia makmur," ujar Mbah Moen saat ditanya Republika.co.id sesaat sebelum meninggalkan acara.

Mbah Moen memang merupakan sosok ulama yang memiliki komitmen kebangsaan yang kuat. Menurut Mbah Moen, bangsa Indonesia sudah seharusnya mempersatukan aneka warna yang ada, sehingga menjadi kesatuan yang disebut Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berideologi Pancasila.

Mbah Moen merupakan ulama yang menjadi penggerak di kalangan aktivis organisasi keagamaan. Tidak hanya itu, Mbah Moen juga mampu menjadi penggerak dalam dunia politik. Karena itu, Mbah Moen mendapatkan julukan Ulama Muharrik, yang artinya sang penggerak.

Mbah Moen juga dikenal sebagai ulama yang istiqmah dalam menunaikan ibadah haji. Mbah Moen bahkan selalu berupaya untuk menunaikan ibadah haji setiap tahun ke tanah suci Makkah. Karena itu, beliau juga mendapatkan julukan Syekh Maimoen Zubair al-Hajj.

Saat masih hidup, Mbah Moen penah mengungkapkan keinginannya agar meninggal di hari Selasa, yang mana hari itu menjadi hari kematian kedua orang tuanya juga. Mbah Moen juga berharap meninggal saat tengah menunaikan ibadah haji di tanah suci Makkah.

Keinginan Mbah Moen itupun akhirnya dikabulkan oleh Allah. Mbah Moen dipanggil oleh Allag pada Selasa (6/8) lalu di Makkah. Jenazahnya di makamkan di Jannatul Ma'la Makkah, Komplek 70 Nomor 151, Urutan Ke-41. Komplek pemekamaan kuno tersebut sudah ada sejak sebelum zaman jahiliyah.

Komplek pemakaman ini diperkirakan sudah ada sejak 1.700 tahun lalu. Secara geografis komplek makam ini berhadapan dengan Jabal Assayyidah, atau Bukit Siti Khadijah, di daerah al Hujun, Mekkah. Jaraknya sekitar 1,1 kilometer arah utara dari Masjidil Haram. Dibutuhkan kira-kira 25 menit bagi peziarah yang ingin berjalan kaki dari Masjidil Haram.

Sebelumnya, tak sedikit juga ulama besar nusantara yang juga dimakamkan di sana. Antara lain, Syaikh Ahmad Khatib Sambas, Syaikh Abdul Karim Al Bantani, Syaikh Nawawi Al Bantani, Syaikh Muslih Mranggen, dan masih banyak lagi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement