Selasa 24 Mar 2020 17:06 WIB

FSGI: Anggaran UN Bisa untuk Penanganan Corona

FSGI mendukung keputusan pemerintah membatalkan ujian nasional tahun 2020.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Bayu Hermawan
Ujian Nasional (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Ujian Nasional (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mendukung keputusan pembatalan ujian nasional (UN) tahun 2020. FSGI menilai langkah pemerintah tepat, sebab dengan kondisi mewabahnya virus corona, sebaiknya anggaran untuk UN digunakan untuk penanganan bencana nasional wabah virus corona atau Covid-19.

"Kebijakan ini sangat tepat di waktu yang tepat, mengingat anggarannya sangat besar. Lebih baik anggara UN 2020 dialihkan untuk penanganan bencana nasional Covid-19, daripada melaksanakan UN yang fungsinya sudah tidak ada dan kedudukannya pun sudah sangat lemah," kata Wakil Sekjen FSGI Satriwan Salim, melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id, Selasa (24/3).

Baca Juga

Satriwan mengatakan, kedudukan UN sudah tidak lagi istimewa karena bukan merupakan penentu kelulusan siswa. Sebab, berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003, penentu kelulusan siswa kini dilakukan oleh pihak otoritas sekolah dan guru.

Apalagi pada 2021 mendatang, sudah disepakati sebelumnya bahwa UN mulai dihapuskan dan pelaksanaan UN 2020 memang menjadi pelaksanaan UN yang terakhir. Pada 2021 mendatang, Mendikbud Nadiem Makarim telah menyiapkan pengganti UN dengan konsep Asesmen Kompetisi Minimum dan Survei Karakter.

Lebih lanjut, Satriwan mengatakan bahwa pelaksanaan UN memang tidak perlu dilanjutkan. Sebab, parameter atau proses seleksi untuk alih jenjang siswa dari SMA/MA ke perguruan tinggi dilakukan melalui pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK)-SBMPTN atau Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi (SNMPTN). Sementara dari tingkat SMP ke SMA, menurutnya, proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ini tetap menggunakan sistem zonasi (berdasarkan jarak).

Hanya saja, komposisi PPDB jalur zonasi untuk 2020 diturunkan menjadi 50 persen. Kemudian, melalui jalur prestasi sebesar 30 persen, dan perpindahan 20 persen. Satriwan mengatakan, memang tidak semua sekolah menerapkan sistem zonasi. Dalam hal ini, menurutnya, sekolah atau guru memiliki otoritas untuk menentukan soal penerimaan siswa.

Selain sistem zonasi, proses penerimaan siswa baik alih jenjang SD ke SMP atau SMP ke SMA dapat dilihat dari prestasi siswa bersangkutan. Prestasi tersebut bisa dilihat dari nilai rapot, nilai ujian sekolah, dan prestasi yang sifatnya non-akademik. Misalnya, siswa berprestasi dalam bidang menari, juara dalam lomba pidato, olahraga, dan lainnya.

Satriwan menuturkan, sekolah bisa melihat dari jejak rekam siswa melalui nilai rapot atau ujian sekolah. Menurutnya, nilai rapot bisa menjadi salah satu parameter untuk siswa alih jenjang, baik dari SD ke SMP atau SMP ke SMA.

walaupun, ia berpandangan bahwa nilai rapot memiliki kelemahan, sebab berdasarkan subjektif dari pihak sekolah. Pasalnya, setiap sekolah memiliki standar masing-masing dalam hal kriteria ketuntasan minimal (KKM) siswa.

"Untuk itu, pemerintah harus segera mengeluarkan kebijakan untuk mengantisipasi perbedaan penafsiran nanti. Walaupun PPDB zonasi masih dilaksanakan, tetapi alokasi untuk sistem zonasi itu 50 persen. Sekolah harus didorong agar nilai rapot tidak menjadi satu-satunya faktor penentu siswa bisa masuk ke jenjang berikutnya, tetapi juga memperhatikan soal zonasi," lanjutnya.

Selanjutnya, Satriwan mengatakan bahwa keputusan peniadaan UN 2020 ini harus segera diinformasikan ke daerah-daerah berupa Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) atau surat edaran. Akan tetapi, ia mengusulkan agar informasi itu disampaikan melalui Permendikbud. Sehingga, di samping memiliki dasar hukum yang kuat, sekolah-sekolah di daerah bekerja atas dasar peraturan menteri dan bukan atas informasi di media saja.

Di sisi lain, ia memandang adanya kelebihan dari pembatalan pelaksanaan UN tahun ini. Menurutnya, peniadaan UN itu semestinya bisa mendorong siswa, khususnya SMA atau MA, agar memfokuskan energi mereka untuk menghadapi UTBK atau ujian masuk ke perguruan tingi nanti.

"Banyak juga kelebihannya dari batalnya UN ini. Siswa bisa lebih fokus hadapi UTBK, daripada melaksanakan ujian, waktunya juga tidak tepat dan kedudukannya juga tidak ada. Jadi ini kami apresiasi," ujarnya.

Seperti diketahui,  Pemerintah telah memutuskan untuk meniadakan ujian nasional (UN) pada tahun 2020. Ujian Nasional ditiadakan untuk tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) atau setingkat Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau setingkat Madrasah Tsanawiyah (Mts), dan Sekolah Dasar (SD) atau setingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI).

Keputusan ini diambil setelah kemarin Senin (23/3), Komisi X DPR RI menggelar rapat daring dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim beserta jajarannya. Peniadaan UN tahun ini menjadi penerapan kebijakan physical distancing dalam rangka memutus rantai penyebaran virus Corona SARS 2 atau Covid-19.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement