REPUBLIKA.CO.ID, SRINAGAR -- Mantan kepala menteri Kashmir, Omar Abdullah, akhirnya dibebaskan pada Selasa (24/3) setelah hampir delapan bulan ditahan. Juru bicara pemerintah Rohit Kansal mengatakan pihak berwenang telah mencabut penahanan Abdullah berdasarkan undang-undang penahanan preventif.
Dilansir Anadolu Agency, Abdullah merupakan presiden dari National Conference yang merupakan partai politik tertua di Kashmir. Dia ditahan pada 4 Agustus atau sehari menjalang pencabutan status istimewa Jammu dan Kashmir oleh pemerintah India.
Sebelumnya, India memperpanjang penahanan empat pemimpin politik Kashmir. Perintah penahanan terbaru dikeluarkan di bawah Undang-Undang Keselamatan Publik (PSA) yang memungkinkan penahanan tanpa dakwaan selama dua tahun.
Empat politisi yang ditahan antara lain dua mantan menteri Kashmir yakni Omar Abdullah dan Mehbooba Mufti. Dua orang lainnya adalah pemimpin partai regional, Ali Mohammad Sagar dan Sartaj Madni. Pekan lalu, Mahkamah Agung India meminta pemerintah untuk menanggapi petisi yang diajukan oleh saudara perempuan Abdullah, Sara Pilot, yang meminta agar saudara lelakinya segera dibebaskan.
Politikus lainnya, Mehbooba Mufti, masih berada dalam tahanan. Putri Mufti, Iltija Mufti, menyambut dengan senang atas pembebasan Abdullah. Iltija pernah menyatakan kritikan keras terhadap penahanan ibunya. Dalam cicitan di Twitter, dia menyebut bahwa PSA adalah kebijakan kejam dari rezim otokratis.
Abdullah memegang jabatan sebagai kepala menteri dari 2009-2014. Sebelumnya, dia menjabat sebagai menteri luar negeri dan menteri perdagangan junior India dari 1999-2002, di bawah pemerintahan partai nasonalis Hindu, Bharatiya Janata Party (BJP). Ketika itu, BJP dipimpin oleh Atal Bihari Vajpayee.