REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sosiolog dari Universitas Nasional (Unas) Sigit Rochadi menilai langkah pemerintah mengeluarkan imbauan serta membatalkan mudik gratis BUMN 2020 guna mencegah penyebaran Covid-19 sudah tepat. "Itu sangat logis mengingat bahaya dari virus corona yang terus terjadi," kata dia saat dihubungi di Jakarta, Selasa (24/3).
Apalagi, menurut dia, tingkat penularan virus yang pertama kali diketahui mewabah di Kota Wuhan, China, tersebut cukup cepat dan masif. Oleh sebab itu, salah satu cara terbaik memutus mata rantai penularan adalah membuat jarak fisik, termasuk imbauan larangan mudik.
Saat ini pemerintah, ujar dia, hanya memprediksi kota-kota besar yang berpenduduk padat serta tingkat mobilitas tinggi terdampak virus corona. Sementara itu, kota kecil apalagi perdesaan belum masuk.
Oleh karena itu, jangan sampai kota kecil atau perdesaan terkena penularan virus akibat adanya mobilitas yang tinggi saat para perantau pulang kampung. Jika hal itu terjadi, kontrol atau pengendalian virus tersebut akan lebih sulit lagi.
Selain itu, Rochadi menilai kegiatan-kegiatan keagamaan yang melibatkan banyak orang diharapkan ditiadakan dahulu demi mencegah penularan virus. Dalam hal ini, peran pemuka agama diminta lebih untuk memberi pengertian pada masyarakat. "Saya kira semua itu keputusan yang bagus dan rasional," ujarnya.
Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat resmi menghapus program mudik gratis pada masa angkutan Lebaran 2020. Kebijakan ini diambil setelah mempertimbangkan status keadaan tertentu darurat bencana wabah penyakit akibat virus corona di Indonesia yang berlaku selama 91 hari terhitung sejak tanggal 29 Februari–29 Mei 2020 mendatang.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi dalam keterangannya menyatakan bahwa program mudik gratis yang diadakan oleh Kementerian Perhubungan, BUMN, maupun swasta akan ditiadakan.