Kamis 26 Mar 2020 08:21 WIB

Rupiah Melemah, Waspadai Kenaikan Harga Pangan Impor

Komoditas pangan impor paling rawan mengalami kenaikan harga

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Penjual menunjukkan stok bawang bombai yang tersisa di Pasar Palima Palembang, Sumatera Selatan, Senin (9/3/2020). Komoditas pangan impor paling rawan mengalami kenaikan harga.
Foto: Antara/Fenny Selly
Penjual menunjukkan stok bawang bombai yang tersisa di Pasar Palima Palembang, Sumatera Selatan, Senin (9/3/2020). Komoditas pangan impor paling rawan mengalami kenaikan harga.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diprediksi bakal berdampak pada kenaikan harga komoditas pangan yang diimpor. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance, Rusli Abdullah, mengatakan, belum ada langkah maupun upaya antisipasi dari pemerintah terkait potensi kenaikan harga pangan impor akibat pelemahan rupiah.

Rusli menuturkan, komoditas pangan impor yang paling rawan mengalami kenaikan harga yakni bawang putih dan bawang bombai karena mayoritas merupakan stok impor. Terlebih saat ini, importasi dua komoditas itu tengah digenjot pemerintah dan dunia usaha akibat kelangkaan pasokan.

Baca Juga

"Rupiah melemah pasti akan berdampak ke barang-barang yang diimpor. Pelemahan rupiah dalam beberapa pekan terakhir sudah 10-15 persen," kata Rusli kepada Republika.co.id, Kamis (26/3).

Selain dua komoditas pangan pokok tersebut, kenaikan juga diprediksi terjadi pada komoditas hortikultura lainnya seperti buah-buahan dan sayuran. Hanya saja, menurut Rusli, dampak kenaikan harga kepada masyarakat kemungkinan tidak terlalu dirasa, sebab dua komoditas itu bukan merupakan bahan pokok. Di satu sisi, buah dan sayur impor lebih diperuntukkan untuk masyarakat menengah ke atas.

Adapun untuk komoditas lain, yakni daging sapi dan gula. Sebab, dua komoditas tersebut tengah dalam proses importasi dari negara produsen. Namun, kata Rusli, kemungkinan kenaikan harga tidak akan mengalami gejolak tinggi sebab masih ditopang oleh produksi dalam negeri.

"Jadi, pelemahan rupiah memang bisa berdampak tapi pada komoditas tertentu saja. Tentu nanti akan ada dampak inflasi pangan terutama oleh bawang putih dan bawang bombay," kata Rusli.

Lebih lanjut, kata Rusli, di tengah pelemahan rupiah terhadap dolar AS yang terjadi, pemerintah perlu mendorong dunia usaha untuk menggunakan mata uang lokal di negara produsen. Hal itu dinilai bisa membantu menekan kenaikan harga barang yang diimpor.

"Misal untuk bawang yang diimpor dari China, bisa pakai mata uang yuan China. Ini salah satu opsi untuk menghindari volatilitas rupiah jadi harus berpikir teknikal," ujarnya.  

Sebagaimana diketahui, nilai tukar rupiah terhada dolar AS kini telah jatuh ke level di atas Rp 16.000 per dolar AS. Rupiah terus anjlok sejak awal Maret yang masih di posisi Rp 14.000 per dolar AS. Pelemahan itu dinilai terjadi akibat sentimen negatif dari wabah Covid-19.

Adapun, untuk bawang putih saat ini masih dihargai di atas Rp 40 ribu per kilogram (kg) dari harga normal Rp 25-30 ribu per kg. Sementara harga bawang bombay melonjak drastis dari harga normal Rp 20 ribu per kg menjadi lebih dari Rp 150 ribu per kg.

Ketua Perkumpulan Pelaku Usaha Bawang Putih dan Sayuran Umbi Indonesia (Pusbarindo), Valentino, menuturkan, dengan melemahnya nilai tukar rupiah jelas akan memberatkan importir. "Pasti (harga naik)," kata Valentino.

Namun, pihaknya sudah meminta kepada para anggota yang sudah memiliki rekomendasi impor untuk segera melakukan importasi dua komoditas tersebut agar kelangkaan segera diatasi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement