REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA --- Minimnya fasilitas alat perlindungan diri (APD) bagi tenaga medis yang menangani pasien covid-19 mendorong kelompok penyandang disabilitas dampingan Muhammadiyah memproduksi APD. Para penyandang disabilitas ini memproduksi APD di Kecamatan Ngaglik, Sleman, Yogyakarta.
Wakil Ketua Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Pimpinan Pusat Muhammdiyah, Ahmad Ma’ruf menjelaskan kelompok difabel itu dikoordinir oleh dua orang difabel berprofesi penjahit yakni Iswanto dan Sri Widodo. Kelompok difabel yang tergabung dalam Bank Difabel itu berhasil memproduksi ratusan APD.
“Ada 15 orang difabel dan keluarga difabel yang terlibat dalam proses produksi APD tersebut. Ini sejalan dengn program Muhammadiyah Covid-19 Command Center yang dibentuk oleh PP Muhammadiyah,” kata Ahmad Ma’ruf dalam rilis yang diterima Republika.co.id Kamis (26/3).
Ma’ruf menjelaskan pada tahap awal kelompok difabel itu dipercaya oleh Rumah Sakit PKU Muhammadiyah untuk memproduksi sebanyak 800 unit APD. Bahan utama yang digunakan untukmembuat APD itu dari spundbound dan parasut. Pembuatan 800 APD itu pun ditargetkan selesai dalam satu minggu dikarenakan mendesaknya kebutuhan APD untuk digunakan tenaga medis menyusul meningkatnya jumlah pasien Covid-19.
Ma’ruf menjelaskan sudah ada beberapa pihak yang memesan produk tersebut, namun karena kendala tenaga menjahit permintaan pesanan itu pun belum dapat terpenuhi. Selain kendala tenaga jahit, menurut Ma’ruf dalam mencari bahan baku pun tidak mudah.
“Sudah langka karena banyak yang memborong dan harga terus meningkat. Beberapa hari lalu 1 gulung sekitar 945 ribu rupiah hari ini sdh naik menjadi 1 juta rupiah lebih. Kendala lain tentu proses produksi menjadi lamban karena harus mengikuti ketentuan psycal distancing. Ruang Produksi sebelum digunakan juga disemprot disinfectant,” tuturnya.
Ma’ruf mengatakan kelompok difabel tersebut berharap agar pemerintah dapat menyediakan bahan baku untuk APD, sehingga kelompok penyandang disabilitas dapat membuat APD yang dibutuhkan tenaga medis.
“Jangan diserahkan pada mekanisme pasar. Hanya pemodal kuat yang akan menguasai produksi ini. Selain itu, tetap berharap Majelis Pemberdayaan Masyarakat Muhammadiyah terus mendampingi untuk membuka relasi dengan RS PKU maupun pihak lain agar usaha ini terus berjalan ditengah banyaknya warga Yang mulai kesulitan kesempatan kerja,” katanya.