Kamis 26 Mar 2020 15:53 WIB

Pemerintah Sahkan Regulasi Insentif Pajak Dampak Corona

Insentif pajak ini mulai berlaku 1 April 2020.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Wajib pajak melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak 2019 secara online.
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Wajib pajak melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak 2019 secara online.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beleid hukum mengenai fasilitas perpajakan untuk dunia usaha yang menghadapi tekanan akibat wabah virus corona (Covid-19) resmi dirilis. Ketentuan ini dirilis dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23 Tahun 2020 tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona yang ditetapkan pada Sabtu (21/3) dan mulai berlaku pada Rabu (1/4).

Ada empat insentif yang tertuang dalam regulasi, yakni mengenai ketentuan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, PPh Pasal 22 Impor, PPh Pasal 25 dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Relaksasi diutamakan bagi sektor manufaktur yang dinilai pemerintah mengalami tekanan paling besar dengan perlambatan ekonomi akibat Covid-19.

Baca Juga

"Untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat dan produktivitas sektor tertentu sehubungan dengan wabah Covid-19 perlu memberikan insentif pajak dalam rangka mendukung penanggulangan dampak virus corona dimaksud," tulis salah satu bahan pertimbangan PMK tersebut.

Insentif pertama, PPh Pasal 21, akan diberikan kepada para pemberi kerja dari klasifikasi 440 lapangan usaha yang tercantum dalam lampiran dan merupakan perusahaan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE). Beberapa di antaranya, industri kue basah, industri pakaian jadi rajutan  dan industri alas kaki lainnya.

Melalui insentif itu, pemerintah menanggung 100 persen PPh Pasal 21 dari pegawai dengan penghasilan bruto tetap dan teratur yang jumlahnya tidak lebih dari Rp 200 juta dalam setahun.

Untuk mendapatkan insentif ini, pemberi kerja dapat menyampaikan pemberitahuan untuk pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdaftar. Insentif pemerintah diberikan selama enam bulan, yakni sejak masa pajak April hingga September 2020.

Insentif kedua, PPh Pasal 22 Impor yang dipungut oleh Bank Devisa atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada saat Wajib Pajak (WP) melakukan impor barang. WP yang dapat dibebaskan dari pungutan adalah usaha yang sesuai dengan kode klasifikasi dan telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE. Di antaranya, industri kulit buatan/ imitasi dan industri minuman ringan.

Permohonan Surat Keterangan Bebas Pemungutan PPh Pasal 22 harus diajukan oleh WP secara tertulis kepada Kepala KPP tempat WP Pusat terdaftar. Jangka waktu pembebasan berlaku sejak tanggal Surat Keterangan Bebas diterbitkan sampai dengan 30 September 2020.

Insentif berikutnya, pengurangan Angsuran PPh Pasal 25 sebesar 30 persen dari angsuran yang seharusnya terutang. Usaha yang berhak mendapatkan fasilitas ini sama dengan KLU yang mendapatkan fasilitas pembebasan PPh Pasal 22 Impor.

Relaksasi dilakukan dengan menyampaikan pemberitahuan pengurangan besarnya angsuran secara tertulis kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. "Jika WP memenuhi kriteria insentif tersebut, maka pengurangan besarnya angsuran akan berlaku sampai dengan Masa Pajak September 2020," seperti tertulis dalam Pasal 8.

Terakhir, insentif PPN bagi WP yang memiliki klasifikasi lapangan usaha terlampir dan telah ditetapkan sebagai perusahaan KITE. Selain itu, Pengusaha Kena Pajak (PKP) ini adalah WP yang PPN lebih bayar restitusinya paling banyak Rp 5 miliar.

Dengan syarat ini, WP dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak sebagai PKP berisiko rendah. Jika PKP tersebut memenuhi syarat, maka Surat Pemberitahuan Masa PPN yang diberikan pengembalian pendahuluan berlaku untuk Masa Pajak sejak 20 Maret sampai dengan Masa Pajak September 2020 dan disampaikan paling lama 31 Oktober 2020.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement