REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan penyebaran virus Corona atau Covid-19 sebagai pandemi global. Status ini menurut Juru Bicara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Fathul Bari sudah cukup untuk Indonesia memberlakukan Undang-undang nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
"Pasal 1 angka 1 Undang-undang nomor 6/ 2018, yang dimaksud kekarantinaan kesehatan adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat," ujar Fathul saat dikonfirmasi oleh Republika.co.id, Kamis (26/3)
Kemudian dalam pasal 1 angka 2 Undang-undang nomor 6/ 2018 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kedaruratan kesehatan masyarakat adalah kejadian kesehatan masyarakat yang bersifat luar biasa. Dengan ditandai penyebaran penyakit menular dan/atau kejadian yang disebabkan oleh radiasi nuklir, pencemaran biologi, kontaminasi kimia, bioterorisme. Juga pangan yang menimbulkan bahaya kesehatan dan berpotensi menyebar lintas wilayah atau lintas negara.
"Maka, sudah jelas bahwa penyebaran virus corona dapat dikategorikan sebagai kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia, sehingga pemerintah memiliki alasan untuk melakukan karantina di wilayah Indonesia dengan menjalankan UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan," papar Fathul.
Fathul menyebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) perlu segera menerapkan Undang-undang tersebut. Karena, sudah mengatur secara detail tentang banyak hal yang terkait dalam penanganan wabah seperti sekarang. Di antaranya mengatur tentang tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah, hak dan kewajiban, Kedaruratan kesehatan masyarakat, penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan di pintu masuk.
Kemudin juga penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan di wilayah. Dokumen karantina kesehatan, sumber daya Kekarantinaan Kesehatan, informasi kekarantinaan kesehatan. Serta pembinaan dan pengawasan, penyidikan, dan ketentuan pidana.
"Presiden PKS dalam berbagai kesempatan sudah mendorong adanya lockdown, setidaknya secara parsial, terutama di daerah terdampak. Bahkan jika merujuk pada Undang-undang nomor 6 Tahun 2018, lockdown menjadi bagian dalam UU tersebut dan bisa dianggap sebagai Karantina Wilayah (dalam pasal 1 angka 10)," ucap Fathul.
Selain itu, Fathul juga mendorong Undang-undang ini dilaksakan agar hak masyarakat bisa dijamin oleh Pemerintah. Sebagai contoh, kata dia, dalam pasal 7 Undang-undang nomor 6/ 2018 ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak memperoleh perlakuan yang sama dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan.
Selanjutnya, dalam pasal 8 ditegaskan bahwa setiap orang juga mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dasar sesuai kebutuhan medis, kebutuhan pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya selama karantina. Ia juga menyebut, pembatasan sosial berskala besar juga merupakan salah satu tindakan kekarantinaan kesehatan yang diatur dalam pasal 1 angka 11.
Kata Fathul, yang kemudian menegaskan hal apa saja yang dapat dibatasi sesuai undang-undang, yakni dalam pasal 59 ayat 3 yang menerangkan pembatasan sosial berskala besar, paling sedikit meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja. Juga pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.
Maka, menurut Fathul, melaksanakan Undang-undang ini adalah bentuk dari perwujudan sumpah Presiden yang bersumpah memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya. Tentunya juga memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti, kepada nusa dan bangsa.
"Jika undang-undang nomor 6 Tahun 2018 tidak dijalankan, maka Presiden bisa berpotensi melanggar konstitusi," tandas Fathul.