REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pangeran Charles telah dinyatakan positif mengidap virus corona baru Covid-19 pada Rabu (25/3). Namun, sejumlah kritik mengemuka. Sebagai bangsawan, The Prince of Wales dianggap diprioritaskan untuk melakukan tes Covid-19.
Kritik itu memang tak muncul tanpa alasan. Sebab, masih terdapat jutaan petugas medis yang berada di garda depan penanganan Covid-19 belum memiliki kesempatan melakukan tes.
Kekurangan alat tes juga menghambat pengujian terhadap warga. Republic, sebuah kelompok yang mengampanyekan penghapusan sistem monarki, adalah salah satu pihak yang melayangkan kritik karena menganggap keluarga bangsawan Inggris diprioritaskan melakukan tes Covid-19.
"Kami berharap dia (Pangeran Charles) baik-baik saja. Tapi ini adalah krisis nasional di mana kita semua memiliki kepentingan dan kita semua berisiko kehilangan orang yang kita cintai. Sekarang adalah waktu untuk akses yang sama ke pengobatan. Tidak ada pengecualian," kata Republic melalui akun Twitter-nya.
Menteri Kesehatan Junior Inggris Edward Asgar pun angkat bicara. Menurut dia, Pangeran Charles memang layak dites karena gejala yang dialaminya. "Sepemahaman saya adalah bahwa gejalanya, kondisinya, memenuhi kriteria itu (untuk diuji). The Prince of Wales tidak melewati antrean," ujarnya.
Kepala Medis Skotlandia mengatakan ada alasan klinis mengapa bangsawan diuji. Sementara, sumber Kerajaan mengatakan Pangeran Charles melakukan tes karena usia dan riwayat kesehatannya. Namun, ia menolak memberikan keterangan lebih terperinci.
Menurut saran di situs Layanan Kesehatan Nasional (NHS) Skotlandia, kebanyakan orang dengan gejala virus corona hanya diinstruksikan untuk tinggal di rumah dan tidak akan diuji. "Secara umum, Anda hanya akan dites untuk Covid-19 jika Anda memiliki penyakit serius yang memerlukan masuk rumah sakit," katanya.
Saat ini, Pangeran Charles dan istrinya Camilla sedang mengarantina diri di kediamannya di Skotlandia. Namun, Camilla telah dinyatakan tak tertular atau terinfeksi Covid-19.
Inggris merupakan salah satu negara Eropa yang cukup parah terdampak wabah Covid-19. Sejauh ini Inggris Raya, mencakup Skotlandia, Wales, dan Irlandia Utara, telah mencatat lebih dari 8.000 kasus Covid-19 dengan total kematian melampaui 420 jiwa.