Kamis 26 Mar 2020 17:58 WIB

Syarat Hakim dan Perkara yang Harus Dijauhi Menurut Islam

Islam meletakkan syarat dan rambu-rambu menjadi seorang hakim.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Nashih Nashrullah
Islam meletakkan syarat dan rambu-rambu menjadi seorang hakim. Pengadilan (ilustrasi)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Islam meletakkan syarat dan rambu-rambu menjadi seorang hakim. Pengadilan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Aqdhiyah bentuk jamak dari kata qadha adalah penyelesaian sengketa antardua pihak atau lebih dengan memberlakukan hukum-hukum yang ditetapkan dalam syariat.  

Orang yang menyelesesaikan sengketa dinamakan qadi atau hakim pada peradilan umum yang menyelesaikan sengketa dengan hukum yang berlaku di masyarakat atau hukum positif. 

Baca Juga

Galih Maulana, Lc dalam bukunya "Persaksian dan Pembebasan Budak" rerjemahan dari kitab Matan Abi Syuja’ mengatakan, tidak boleh seseorang menjabat sebagai qadi atau hakim pengadilan kecuali telah memenuhi 15 syarat. Kelimabelas syarat tersebut adalah:

1. Beragama Islam 

2. Baligh 

3. Berakal 

4. Merdeka (bukan budak) 

5. Laki-laki  

6. Memiliki sifat adil  

7. Memiliki pengetahuan tentang hukum-hukum dalam Alquran dan sunnah Nabi 

8. Memiliki pengetahuan tentang perkara-perkara ijma 

9. Memiliki pengetahuan tentang perkara-perkara ikhtilaf (diperselisihkan)

10. Memiliki pengetahuan tentang metode berijtihad.

11. Memiliki pengetahuan tentang bahasa Arab 

12. Memiliki pengetahuan tentang tafsir Alquran 

13. Memiliki pendengaran dan penglihatan yang baik 

14. Memiliki kemampuan menulis 

15. Memiliki daya ingat dan daya analisa yang kuat.

Seorang qadi juga, kata Galih, disunnahkan duduk (bertempat) di tengah-tengah kota di tempat yang menonjol yang mudah dilihat orang-orang dan tidak ada penghalang. 

Tidak boleh qadhi mengadili suatu perkara di masjid. "Qadhi harus menyamakan antardua pihak yang berperkara dalam tiga hal, tempat duduk, ucapan-ucapan yang dilontarkan dan pandangan atau perhatian," katanya.

Dan yang paling dilarang bagi seorang qadi adalah tidak boleh menerima hadiah dari orang terkait dengan pekerjaannya. Galih mengatakan, agar hasil putusan Qadi objektif tidak memberatkan terdakwa dan merugikan salah satu pihak yang bersengketa, qadi harus menghindari 10 keadaan. "Ketika melakukan putusan qada seorang qadi harus menghindari 10 keadaan," katanya.

Kesepuluh kondisi yang harus dihindari qadi saat menangani perkara itu adalah: 

1. Marah (emosi)

2. Lapar

3. Haus (dahaga)

4. Naik libido

5. Berduka nestapa

6. Gembira berlebihan

7. Sakit

8. Ketika mulas (ingin BAB atau kentut)

9. Mengantuk

10.Cuaca sangat panas atau sangat dingin.

Ada beberapa hal yang dilarang yang dilakukan seorang qadi di antaranya tidak boleh bertanya kepada terdakwa kecuali dakwaan sudah dibacakan dengan sempurna, tidak boleh meminta terdakwa bersumpah sampai ada permintaan dari pendakwa, tidak boleh mendikte suatu dalil kepada (salah satu) pihak yang bertikai, tidak boleh mengajarkan cara berargumen, dan tidak boleh mempersulit para saksi. 

Galih menyampaikan, tidak diterima persaksian seseorang (dalam pengadilan) kecuali telah terbukti memiliki sifat adil (dalam pandangan hakim), tidak diterima persaksian seseorang atas lawan (sengketa)nya, begitu juga (tidak dierima) persaksian orang tua pada anaknya atau anak pada orang tuanya (dalam pengadilan).

Tidak diterima surat seorang qadi kepada qadi yang lain terkait putusan hukum kecuali ada persaksian dari dua orang saksi yang bersakti atas isi surat tersebut.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement