Kamis 26 Mar 2020 19:03 WIB

Sejarah Koin dalam Peradaban Islam (1)

Alquran jarang membahas tentang koin.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Sejarah Koin dalam Peradaban Islam. Foto: Koin emas era umayyah
Foto: Dok Isitimewa
Sejarah Koin dalam Peradaban Islam. Foto: Koin emas era umayyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koin merupakan uang logam yang digunakan sebagai alat transaksi ekonomi dan biasanya diterbitkan secara resmi oleh pemerintah. Koin kerap memunculkan nama, gambar, tokoh, simbol, dan ide-ide yang menjelaskan tentang suatu pemerintahan.

Seperti dilansir Aramcoworld, uang logam pertama kali dibuat oleh Bangsa Lydia (Turki Barat) pada Abad ke-6 sebelum masehi. Mereka mengecap lambang negara mereka pada potongan-potongan logam. Sejak saat itu, koin telah terbukti memiliki nilai dan catatan sejarah, serta menjadi bukti dalam perdagangan.

Selama masa hidup Nabi Muhammad,  saat itu belum membuat koin dan Alquran jarang membahas tentang koin. Sementara, koin emas dari kekaisaran Bizantium dan koin perak dari Persia saat itu sudah beredar. Orang-orang Arab kemudian menyebar ke Timur Dekat atau Kawasan Levant pada pertengahan abad ketujuh, dan mereka menjalin hubungan erat dengan masyarakat yang telah mengeluarkan koin selama berabad-abad tersebut.

Kakaisaran Bizantium atau Romawi Timur saat itu memerintah beberapa kawasan yang sekarang disebut Turki, Suriah, Palestina dan Mesir. Sementara, kekaisaran Persia Sassanid mendominasi kawasan yang saat ini disebut Iran, Irak dan Afghanistan.

Bizantium mampu menghasilkan koin emas dan tembaga, sedangkan Persia Sassania sangat bergantung pada koin perak. Koin yang dibuat oleh dua kekaisaraan itu mengandung gambar penguasa dan juga simbol agama. Seperti halnya simbol salib yang dibuat untuk orang Kristen Bizantium dan lambang altar api dibuat untuk orang-orang Zoroastrian Persia.

Orang-orang Arab dengan cepat beradaptasi dengan sistem menggunakan koin tembaga di Suriah, Palestina dan Mesir, serta dengan koin perak di Irak dan Iran. Semua jenis koin itu berhubungan dengan tradisi lokal dan menyimpan beberapa kejutan serta pengetahuan tentang situasi di Timur Dekat selama periode awal pemerintahan Arab.

Setelah penaklukan Arab, koin Bizantium terus beredar secara luas di Suriah dan Palestina selama beberapa dekade. Koin emas bertahan paling lama sampai akhir abad ketujuh, dan koin tembaga berlangsung beberapa dekade, hingga sekitar 660 M. Sebagian besar koin tembaga ini menggambarkan tentang Kaisar Bizantium yang berkuasa dari 641 hingga 668, yaitu Konstans II. Koin-koin itu menunjukkan gambar kaisar pada bagian depan dan huruf "M" di bagian belakang.

Tidak ada yang tahu bagaimana koin-koin ini melintasi perbatasan antara dua kekuasaan yang hampir selalu berperang. Namun, yang jelas koin-koin itu mengungkapkan hubungan ekonomi yang erat antara kekuatan Kekaisaran Bizantium dan Kerajaan Arab.

Koin-koin Bizantium tidak sedikit yang imitasi, beberapa di antaranya mirip dengan yang asli, dan yang lainnya tidak diketahui berasal dari mana. Koin-koin palsu itu tampaknya dibuat para pejabat lokal yang mencetak koin untuk keuntungan mereka sendiri.

Namun, banyak dari koin-koin tersebut yang mengikuti ketentuan kekaisaran Bizantium. Di bagian depan koin ditandai dengan sosok sang kaisar dan terdapat lambang salib di tangan dan mahkotanya. Di sebaliknya, biasanya terdapat simbol Kristen seperti salib.

Namun, pada koin yang lain salib itu dihapus. Koin yang sudah diinovasi tersebut dikeluarkan di bawah pemerintahan Arab. Mata uang Islam pertama terbentuk di bawah kekuasaan Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan, pendiri dinasti Umayyah pada tahun 661 M, hampir tiga dekade setelah wafatnya Nabi Muhammad.

Sebagai penguasa, Muawiyah membuat seluruh wilayah Islam saat itu di bawah kendali pusat, dan ia mengumpulkan kekuatan untuk melawan Bizantium. Namun, ia juga bersusah payah untuk menetralisir tentang perbedaan agama yang mencolok pada koin emas Bizantium.

Di Suriah, koin jenis Bizantium masih tetap digunakan walaupun pemerintahan Bizantium sudah runtuh. Dengan demikian, orang Suriah mewakili kesinambungan budaya antara kekaisaran Bizantium dan Kerajaan Arab.

Orang-orang tinggal di kota dan desa yang sama, mereka berdagang dengan banyak pedagang yang sama, mereka menggunakan tembikar yang sama dan menggunakan koin yang sama. Dan koin-koin tersebut ditoleransi untuk digunakan pada masa kekhalifahan awal.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement