Kamis 26 Mar 2020 22:21 WIB

Aturan Mengikuti Kajian di Masjid untuk Wanita Haid

Haid atau menstruasi adalah hal yang lumrah dialami oleh seorang wanita.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Muhammad Hafil
Aturan Memasuki Mengikuti Kajian di Masjid untuk Wanita Haid. Foto: Menghitung tanggal menstruasi. Ilustrasi
Foto: .
Aturan Memasuki Mengikuti Kajian di Masjid untuk Wanita Haid. Foto: Menghitung tanggal menstruasi. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beribadah adalah salah satu cara bagi umat muslim untuk mendekat kepada Sang Pencipta. Beribadah bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya mendatangi kajian keagamaan.

Kajian bentuknya terbuka dan bisa didatangi oleh siapapun, termasuk perempuan yang sedang dalam masa haid. Yang menjadi pertanyaan, bagaimana jika kajian ini diadakan di masjid? Bolehkah seorang perempuan haid masuk ke dalam masjid?

Baca Juga

Haid atau menstruasi adalah hal yang lumrah dialami oleh seorang wanita. Haid merupakan proses meluruhnya pembuluh darah disekitar uterus atau rahim karena sel telur yang dihasilkan oleh ovarium tidak mengalami pembuahan.

Dalam QS al-Baqarah ayat 222 Allah SWT berfirman, "Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri."

Haid adalah kotoran dan darah haid bersifat najis. Karena itu, wanita yang sedang haid tidak diizinkan melakukan ibadah seperti shalat, puasa, dan yang lain sampai haidnya selesai dan ia mandi wajib. Perempuan dalam keadaan menstruasi dikategorikan sebagai orang yang sedang junub atau sedang dalam keadaan hadats besar.

Ulama berbeda pendapat perihal ini. Sebagian ulama mengharamkannya, tetapi sebagian ulama lain memperbolehkannya. Ada pula Ulama yang beranggapan perempuan yang sedang haid boleh masuk masjid dengan syarat.

Imam An-Nawawi termasuk salah satu yang beranggapan haram bagi seorang perempuan dalam keadaan haid memasuki masjid. Dalam Kitab Al-Majmu' juz II disebutkan, "Bagi orang haid dan nifas haram hukumnya menyentuh dan membawa mushaf Al-Quran, dan berdiam di masjid. Semua itu telah disepakati di kalangan kami madzhab Syafi’i. Dalilnya sudah dijelaskan. Banyak cabang masalah ini diulas agak panjang pada bab Hal-hal yang Menyebabkan Mandi Wajib. Hadits perihal ini diriwayatkan Abu Dawud, Al-Baihaqi, dan perawi lainnya dari A‘isyah RA dengan sanad yang tidak kuat. Penjelasannya sudah lewat di sana."

Pendapat kedua menyatakan seorang perempuan haid boleh memasuki masjid dengan alasan tertentu. Misalnya, hanya sekedar lewat atau mengambil sesuatu di dalam masjid dan ia tidak tinggal lama di dalamnya. Hal ini dikemukakan berdasarkan pendapat ulama mahzab hambali. Dalil yang mendasari pendapat ini adalah yang tertulis dalam An-Nisa ayat 43, "Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian mendekati shalat sedangkan kalian dalam keadaan mabuk hingga kalian mengetahui apa yang kalian ucapkan dan jangan pula orang yang junub kecuali sekedar lewat sampai kalian mandi."

Syaikh Khalid al Muslih menyebut perempuan haid boleh saja masuk masjid jika ada hajat. Menurutnya ini adalah pendapat yang lebih tepat. Syaikh Khalid berpatokan pada kitab Shahih Muslim bahwasanya Nabi SAW berkata pada Aisyah, "Berikan padaku sajadah kecil di masjid." Lalu Aisyah berkata, "Saya sedang  haid." Lantas Rasul SAW bersabda, "Sesungguhnya haidmu itu bukan karena sebabmu."

Syaikh Khalid mengartikan riwayat ini berarti menunjukkan bahwa boleh saja bagi perempuan yang sedang haid untuk memasuki masjid jika; ada hajat dan tidak sampai mengotori masjid. Demikian dua syarat yang mesti dipenuhi bagi wanita haid yang ingin masuk masjid.

Syekh M Nawawi Al-Bantani dalam kitab Nihayatuz Zain fi Irsyadil Mubtadi’in menyebut Madzhab Imam Ahmad membolehkan orang junub berdiam di masjid hanya dengan berwudhu tanpa darurat sekalipun. Pendapat ini boleh diikuti.

Pendapat lainnya menerangkan bahwa seorang wanita yang sedang haid boleh memasuki masjid asalkan darah haidnya tidak mengotori masjid atau tempat ibadah tersebut. Dalam suatu hadits disebutkan saat Rasulullah berhaji bersama Aisyah RA, beliau SAW tidak melarang Aisyah untuk memasuki masjid dan melakukan ritual haji sebagaimana para jemaah haji lainnya. Di HR Bukhari Rasulullah SAW bersabda, "Lakukanlah apa yang diperbuat oleh seorang yang berhaji kecuali jangan engkau Thawaf di Ka’bah

Dalam hadits ini, Nabi SAW menyuruh Aisyah yang sedang haid pada musim haji supaya melakukan semua manasik haji yang dilakukan oleh orang yang sedang haji, kecuali satu, yaitu tawaf. Orang yang sedang haji tentu keluar masuk masjid maka Aisyah yang haid juga boleh keluar masuk masjid. Yang tidak boleh dilakukannya adalah tawaf, karena tawaf dalam suatu hadis dikatakan sama dengan shalat dan wanita haid dilarang mengerjakan shalat.

Syekh Nawawi Banten dalam kitabnya Kasyifatus Saja juga membolehkan wanita haid untuk menghadiri majelis ilmu dalam rangka belajar agama. Dalam kitab itu ia menyebut tiada keharaman bagi wanita yang tengah haid atau yang tengah menanti habisnya masa nifas untuk menghadiri tempat hadir (majelis taklim). 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement