Kamis 26 Mar 2020 23:00 WIB

Gapki Khawatirkan Covid-19 Tekan Harga CPO

Selain covid-19, industri kelapa sawit menghadapi musin kemarau dan kebakaran hutan

Kelapa sawit yang akan diolah menjadi minyak goreng dan diekspor ke berbagai negara
Foto: Humas Kementan
Kelapa sawit yang akan diolah menjadi minyak goreng dan diekspor ke berbagai negara

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengkhawatirkan terkait kemungkinan pandemi COVID-19 yang terjadi puncaknya pada Juni, akan menekan terus harga minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO).

"Banyak pakar dunia memperkirakan puncak pandemik corona akan terjadi pada sekitar bulan Mei-Juni. Situasi ini dikhawatirkan akan menekan harga minyak nabati termasuk minyak sawit," kata Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono di Jakarta, Kamis (26/3).

Selain pandemi COVID-19, ujar dia, industri sawit juga dihadapkan dengan musim kemarau pada beberapa bulan lagi, di mana kebakaran hutan dan lahan menjadi momok menakutkan. Pembukaan lahan dengan sistem bakar oleh masyarakat harus dapat dihindari, lanjutnya, meskipun peraturan perundangan masih memungkinkan untuk pembukaan lahan di bawah 2 hektare.

Menurut Mukti, perusahaan perkebunan perlu memperkuat kembali koordinasi dengan instansi terkait dan memeriksa kesiapan sarana dan prasarana pencegahan kebakaran yang dimiliki.

Pada awal 2020, harga CPO dibuka meningkat dengan rata-rata harga CPO Cif Rotterdam sebesar 830 dolar AS per ton, dibandingkan harga pada Desember 2019 adalah 787 dolar AS per ton. Namun demikian, ekspor minyak CPO pada Januari menurun sebesar 35,6 persen menjadi 2,39 juta ton, dari Desember 2019 sebesar 3,72 juta ton.

Penurunan ekspor CPO antara lain dipengaruhi karena harga minyak bumi yang tidak menentu akibat ketidaksepakatan antara OPEC dengan Rusia, serta terjadinya pandemi corona atau COVID-19 di sejumlah negara. "Terjadinya pandemi corona yang melanda hampir ke seluruh dunia menyebabkan perlambatan kegiatan ekonomi global yang berakibat pada penurunan konsumsi minyak nabati terutama minyak nabati yang diimpor," katanya.

Penurunan ekspor CPO terjadi hampir ke semua negara tujuan yaitu ke China turun 381.000 ton (turun 57 persen), Uni Eropa turun 188.000 ton (turun 30 persen), ke India turun 141.000 ton (turun 22 persen), dan ke Amerika Serikat turun 129.000 ton (turun 64 persen). Sementara itu, ekspor Bangladesh meningkat 40.000 ton atau sebesar 52 persen dari bulan sebelumnya.

 

sumber : antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement