Jumat 27 Mar 2020 11:48 WIB

Jumlah Kasus Covid-19 AS Lampaui China

Pandemi virus corona menimbulkan 3 juta pengangguran baru di AS.

Rep: Fitriyan Zamzami / Red: Nur Aini
Penumpang berjalan di lorong bandara yang sepi di Will Rogers World Airport, Kota Oklahoma, Amerika Serikat. Sejumlah maskapai terpaksa mengandangkan pesawat mereka karena pembatalan penerbangan internasional akibat wabah corona.
Foto: AP Photo/Sue Ogrocki
Penumpang berjalan di lorong bandara yang sepi di Will Rogers World Airport, Kota Oklahoma, Amerika Serikat. Sejumlah maskapai terpaksa mengandangkan pesawat mereka karena pembatalan penerbangan internasional akibat wabah corona.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Jumlah penularan Covid-19 di Amerika Serikat (AS) telah melampaui jumlah penularan di China, negara sumber penularan wabah tersebut. Pandemi tersebut juga menimbulkan 3 juta pengangguran baru di AS, lonjakan paling tinggi dalam sejarah.

Dalam catatan worldometers.info, pada Jumat (27/3), jumlah pasien tertular di AS telah mencapai angka 85.390 kasus penularan Covid-19. Jumlah itu melampaui 81.340 kasus di Cina dan 80.589 kasus di Italia, episentrum lain Covid-19 di Eropa.

Baca Juga

Sementara, jumlah kematian di AS akibat Covid-19 mencapai 1.295. Angka itu lebih rendah dari 3.292 di China dan 8.215. Angka itu juga lebih rendah dari kematian di Spanyol (4.365), Iran (2.234), dan Prancis (1.696).

Secara keseluruhan, sebanyak 531.819 kasus Covid-19 terjadi di seantero dunia. Dari jumlah itu, 24.074 orang di antaranya meninggal.

USA Today melansir, kenaikan drastis jumlah kasus Covid-19 di AS terkait tindakan pemerintah AS meningkatkan protokol pemeriksaan guna mengidentifikasi pengidap Covid-19 dan inang virus SARS-CoV2 yang menyebabkan penyakit tersebut. Dengan meningkatnya pemeriksaan, demikian juga angka yang terkonfirmasi.

Presiden Donald Trump masih mencoba menenangkan masyarakat dengan menyingung tingkat kematian di AS. “Tingkat kematiannya sangat, sangat rendah. Orang-orang yang meninggal, persentasenya jauh dari yang saya sangka,” kata dia di Gedung Putih.

Namun, di Amerika Serikat, dampak Covid-19 yang dikhawatirkan lebih pada goncangannya pada perekonomian. Pemutusan kerja secara masal sudah mulai terjadi di berbagai wilayah di negara tersebut.

Salah satu yang terdampak adalah Dann Dykas (37 tahun) dari Portland, Oregon. Ia diberhentikan dari pekerjaannya mendisain dan merancang tampilan pameran produk dagang. “Semuanya seperti tak nyata. Jangan kata pekerjaan, wawancara untuk pekerjaan baru saja tak ada. Apalagi sekarang kami harus mengkhawatirkan kesehatan diri sendiri,” kata dia kepada USA Today, kemarin.

Jumlah warga AS yang mengajukan tunjangan pengangguran pada masa pandemi juga melonjak 12 kali lipat dari biasanya, mencapai jumlah 3,3 juta orang, kemarin. Jumlah itu, merujuk Washington Post, lebih tinggi dari catatan paling parah pada 1982 yang mencapai 690 ribu orang.

Melonjaknya pengangguran tersebut sejauh ini merupakan gambaran paling jelas soal dampak Covid-19 terhadap perekonomian AS. Sehubungan mewabahnya Covid-19, perekonomian AS nyaris tak berjalan. Banyak restoran, toko-toko, bioskop, arena olah raga, ditutup. Usaha-usaha tersebut adalah nadi kehidupan senggang warga AS sebelum virus corona mewabah.

Washinton Post juga menuliskan bahwa para ekonomis di Universitas Illinois Chicago memeringatkan datangnya “kekacauan yang meluas”. Mereka juga memerkirakan dampak Covid-19 terhadap perekonomian AS masih akan terus meningkat. “Keadaannya akan terus memburuk.”

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement