Jumat 27 Mar 2020 13:35 WIB

Corona, OJK: Industri Jasa Keuangan Masih Tumbuh Positif

Terlihat kinerja positif dan profil risiko industri jasa keuangan tetap terkendali

Rep: Novita Intan/ Red: Gita Amanda
Logo Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Logo Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai stabilitas sektor jasa keuangan hingga Maret masih dalam kondisi terjaga. Hal ini terlihat dari kinerja positif dan profil risiko industri jasa keuangan tetap terkendali di tengah merebaknya virus Corona di dunia.

Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK Anto Prabowo mengatakan sejak Februari lalu OJK telah mengeluarkan berbagai kebijakan stimulus perekonomian di sektor perbankan, pasar modal dan industri keuangan non bank yang diharapkan menjadi countercyclical dampak penyebaran virus Corona, sehingga bisa mendorong optimalisasi kinerja industri jasa keuangan khususnya fungsi intermediasi, menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendukung pertumbuhan ekonomi.

Baca Juga

“OJK berupaya memantau perkembangan ekonomi global yang sangat dinamis dan berupaya untuk terus memitigasi potensi risiko yang ada terhadap kinerja sektor jasa keuangan domestik,” ujarnya dalam keterangan tulis di Jakarta, Jumat (27/3).

Menurutnya kondisi perekonomian global akan terkontraksi cukup dalam pada semester satu 2020 dan mulai kembali pulih pada semester dua 2020. Hal ini seiring penyebaran virus corona yang terus meningkat, khususnya di luar Tiongkok.

“Pulihnya perekonomian global akan sangat bergantung pada berakhirnya wabah virus corona pada tataran global,” ucapnya.

Anto menambahkan perekonomian Amerika Serikat dan Eropa akan terkontraksi pada kuartal dua 2020 mengingat penyebaran virus corona di Amerika Serikat dan Eropa baru akan mencapai puncaknya pada April dan Mei. Sedangkan perekonomian China diprediksi telah membaik pada kuartal dua 2020 sejalan dengan mulai melambatnya penyebaran virus corona di China.

“Besarnya sentimen negatif terkait penyebaran virus corona baik secara global maupun perkembangan di Indonesia mempengaruhi kinerja sektor jasa keuangan domestik, khususnya di pasar keuangan, baik pasar saham maupun Surat Berharga Negara (SBN),” jelasnya.

Sejak awal Maret 2020 hingga 24 Maret 2020, investor nonresiden tercatat keluar dari pasar saham dan SBN masing-masing sebesar Rp 6,11 triliun dan Rp 98,28 triliun (data DJPPR: 23 Maret 2020). Kondisi tersebut pasar saham melemah signifikan sebesar 27,79 persen mtd atau 37,49 persen ytd menjadi 3.937,6, diikuti dengan pelemahan di pasar SBN dengan yield yang rata-rata naik sebesar 118,8 bps mtd atau 95bps ytd.

“Pelemahan ini disebabkan pada kekhawatiran investor terhadap virus corona yang akan berdampak pada kinerja emiten di Indonesia,” ucapnya.

Sementara kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan Februari 2020 bergerak sejalan dengan perkembangan yang terjadi perekonomian domestik. Kredit perbankan mencatat pertumbuhan positif sebesar 5,93 persen yoy, ditopang oleh kredit investasi yang tetap tumbuh double digit pada level 10,29 persen yoy. Piutang pembiayaan perusahaan Pembiayaan meningkat 2,82 persen yoy.

Di tengah pertumbuhan intermediasi lembaga jasa keuangan, profil risiko masih terjaga dengan rasio NPL gross sebesar 2,79 persen (NPL net: 1,00 persen) dan Rasio NPF sebesar 2,66 persen. Dari sisi penghimpunan dana, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan tumbuh sebesar 6,80 persen yoy, lebih tinggi dari pertumbuhan kredit.

Selain itu, sepanjang Februari 2020, industri asuransi berhasil menghimpun premi sebesar Rp 46,5 triliun dan tumbuh sebesar 4,73 persen yoy. Hingga pada 24 Maret 2020, penghimpunan dana melalui pasar modal telah mencapai Rp 21,55 triliun.

Adapun jumlah emiten baru pada tahun ini telah terdapat 13 perusahaan, dengan pipeline penawaran sebanyak 61 emiten dengan total indikasi penawaran sebesar Rp 28,8 triliun. Risiko nilai tukar perbankan berada pada level yang rendah pada Februari 2020 dengan rasio Posisi Devisa Neto (PDN) sebesar 2,35 persen jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20 persen

Likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang memadai. Liquidity coverage ratio dan rasio alat likuid/non-core deposit masing- masing sebesar 212,30 persen dan 108,12 persen jauh di atas threshold masing-masing sebesar 100 persen dan 50 persen. Permodalan lembaga jasa keuangan terjaga stabil pada level yang tinggi.

Capital Adequacy Ratio perbankan sebesar 22,42 persen. Hal ini sejalan dengan Risk-Based Capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 670 persen dan 312 persen, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120 persen.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement