Jumat 27 Mar 2020 13:40 WIB

Ekonom: Revisi UU Keuangan Negara Harus Jadi Jalan Terakhir

Rasio utang terhadap PDB saat ini sudah sangat mengganggu kinerja ekonomi nasional

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Defisit APBN melebar
Foto: Republika
Defisit APBN melebar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) M Rizal Taufikurahman menilai, revisi batasan defisit anggaran dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara belum perlu dilakukan. Sebab, pemerintah masih punya beberapa opsi untuk menghadapi situasi penuh tekanan ekonomi akibat wabah corona  (Covid-19) saat ini.

Rizal menjelaskan, revisi UU Keuangan Negara dilakukan apabila kondisi sudah darurat. Salah satunya, mengganggu keamanan dan stabilisasi ekonomi nasional. "Namun demikian, tentunya revisi dilakukan adalah jalan terakhir dilakukan," tuturnya ketika dihubungi Republika.co.id, Jumat (27/3).

Baca Juga

Alih-alih melakukan revisi UU, Rizal mengatakan, pemerintah sebaiknya fokus melakukan realokasi anggaran APBN 2020 dalam rangka mengantisipasi dampak Covid-19, baik di level nasional maupun regional.

Selain itu, jika dilakukan relaksasi pelebaran defisit menjadi lima persen, Rizal khawatir keleluasaan utang menjadi semakin tinggi. Bahkan, rasionya juga akan semakin bertambah. Rasio utang terhadap PDB saat ini saja sudah sangat mengganggu kinerja ekonomi maupun pergerakannya.

"Jangan sampai, relaksasi pelebaran defisit ini justru menjadi buah simalakama untuk perbaikan kinerja ekonomi nasional," ujar Rizal.

Kalaupun ingin relaksasi, tidak diperlukan pelebaran defisit melainkan hanya mengefisienkan alokasi anggaran di level pusat dan daerah. Rizal mengatakan, resiko yang dihadapi akan jauh lebih kecil madharatnya dibandingkan resiko dengan memperlebar defisit anggaran terhadap stabilitas alokasi anggarannya.

Pelebaran defisit juga sebaikanya tidak menjadi pertimbangan dalam jangka panjang. Justru sebaiknya, Rizal mengatakan, relaksasi dilakukan apabila negara sudah pada emergency border limit. "Di mana ekonomi kita akan stagnasi berkepanjangan," ucapnya.

Saat ini, Rizal menekankan, pemerintah fokus merealokasi anggaran untuk 'menyembuhkan' penyakit ekonominya sampai pulih. Setelah itu, baru mendorong perbaikan produktivitas ekonomi jangka panjang.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, berbagai stimulus fiskal maupun non fiskal yang sudah dan akan ditempuh pemerintah otomatis akan menambah defisit anggaran. Bahkan, ia membuka kemungkinan defisit bisa mampu menyentuh di atas tiga persen.

"(Kami) sudah sampaikan ke DPR kalau di atas tiga persen, akan relaksasi batasan defisit tersebut," ujarnya dalam sambungan konferensi video dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Kamis (26/3) malam.

Saat ini, pemerintah sedang memfinalkan paket ketiga atau paket keseluruhan untuk bisa mendukung penanganan Covid-19 melalui tiga aspek. Yaitu, dari sisi kesehatan, melindungi masyarakat miskin dan mereka yang terancam dengan masalah pemutusan hubungan kerja (PHK).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement