Jumat 27 Mar 2020 14:20 WIB
Nyi Mas Gamparan

Keberanian Jawara Perempuan Melawan Belanda

Dengan taktik gerilya, dia mampu membuat Belanda kewalahan.

Rep: Rahmat Fajar/ Red: A.Syalaby
Lasykar bambu runcing di masa perang kemerdekaan.
Foto: arsip nasional.
Lasykar bambu runcing di masa perang kemerdekaan.

REPUBLIKA.CO.ID, Pada masa penjajahan Belanda, seluruh rakyat Indonesia berupaya mengusir penjajah dengan berbagai cara. Melalui beberapa tokohnya, taktik dan strategi dilakukan dan berhasil membuat penjajah Belanda tidak nyaman atas pendudukannya kepada Indonesia.

Nyimas Gamparan adalah salah satu  tokoh Banten yang membuat Belanda kewalahan menghadapi taktiknya. Ia dikenal sebagai seorang jawara. Dengan taktik gerilya, dia mampu membuat Belanda kewalahan.

Nyimas Gamparan terkenal dalam peristiwa perang Cikande. Dalam perang yang berlangsung pada tahun 1829-1830 itu, Nyimas Gamparan memimpin puluhan pendekar perempuan menolak Cultuurstelse (1830) yang diterapkan oleh Belanda kepada pribumi.

Menghadapi Belanda yang secara perlengkapan persenjataan jauh lebih unggul ketimbang pasukan Nyimas Gamparan, ia melakukan perlawanan dengan cerdas. Taktik gerilyanya membuahkan hasil.

Pasukannya mempunyai markas  persembunyian di daerah Balaraja. Penamaan nama Balaraja, konon juga tak lepas dari cerita Nyimas Gamparan dan pasukannya. Balaraja ada yang menyebutkan memiliki arti tempat berkumpulnya Bala (teman) tentara Raja.

Rupanya, Belanda mengeluarkan berbagai cara guna menghadapi taktik Nyimas Gamparan. Salah satunya dengan menggunakan politik devide et impera. Belanda meminta bantuan Demang di Wilayah Jasinga, Bogor, Raden Tumenggung Kartanata Nagara untuk menumpas Nyimas Gamparan.

Belanda menjanjikan Tumenggung Kartanata sebagai penguasa di daerah Rangkasbitung apabila berhasil mengalahkan Nyimas Gamparan. Tumenggung Kartanata pun tergiur atas tawaran tersebut sehingga pasukan Nyimas Gamparan dan pasukan Tumenggung Kartanata  saling beradu. Politik devide et imperaberhasil mengalahkan pasukan Nyimas Gamparan.

Banten, dulunya merupakan sebuah kerajaan besar yaitu Kesultanan Banten. Namun, pada 1813 Kesultanan Banten dihapus pada era Sultan Muhammad Syafiudin oleh pemerintah kolonial Inggris. Sultan Muhammad Syafiudin dipaksa turun tahta oleh Thomas Stamford Raffles.

Pasca dihapuskan Kesultanan Banten, keluarga kesultanan melakukan diaspora ke berbagai wilayah dengan membawa dendam atas dihapuskannya kesultanan. Suatu hari, Nyimas Gamparan kembali ke Banten dengan menyamar sebagai rakyat jelata. Secara diam-diam, Nyimas Gamparan memobilisasi massa untuk melawan penjajah Belanda.

Meskipun seorang perempuan, namun Nyimas Gamparan tak ciut dalam menghadapi penjajah. Ia dikenal sebagai perempuan perkasa yang berasal dari keluarga kesultanan. Namun, kisahnya belum begitu populer dalam  masyarakat Indonesia.

 

sumber : Dialog Jumat
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement