Jumat 27 Mar 2020 19:06 WIB

Meminta Pemerintah Melakukan Karantina Kewilayahan

Karantina wilayah secara selektif dapat menjadi alternatif bagi Indonesia.

Foto aerial kendaraan melintas di kawasan Semanggi, Jakarta, Jumat (27/3/2020). Sejumlah ruas jalan utama ibu kota lebih lengang dibandingkan hari biasa karena sebagian perusahaan telah menerapkan bekerja dari rumah guna menekan penyebaran virus Corona atau Covid-19. Pemerintah diminta mempertimbangkan opsi karantina kewilayahan atau lockdown untuk menekan laju pertumbuhan kasus corona.
Foto: GALIH PRADIPTA/ANTARA FOTO
Foto aerial kendaraan melintas di kawasan Semanggi, Jakarta, Jumat (27/3/2020). Sejumlah ruas jalan utama ibu kota lebih lengang dibandingkan hari biasa karena sebagian perusahaan telah menerapkan bekerja dari rumah guna menekan penyebaran virus Corona atau Covid-19. Pemerintah diminta mempertimbangkan opsi karantina kewilayahan atau lockdown untuk menekan laju pertumbuhan kasus corona.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ronggo Astungkoro, Rizkyan Adiyudha, Inas Widyanuratikah, Antara

Pemerintah belum mengeluarkan sinyal untuk melakukan lockdown. Tercapainya angka 1.000, tepatnya 1.046 kasus positif Covid-19, di Indonesia namun sudah membuat pemerintah menyiapkan antisipasi dalam bentuk karantina terbatas.

Baca Juga

Juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19 Achmad Yurianto menyebut kontak dekat sebagai faktor utama pertambahan jumlah kasus Covid-19 di Tanah Air. “Ada kontak dekat yang terjadi dengan kasus ini, sehingga mengakibatkan penularan kemudian memunculkan angka pasien yang menjadi sakit,” kata Yurianto dalam konferensi di Graha BNPB, Jakarta, Jumat (27/3).

Jumlah positif Covid-19 di Indonesia meningkat signifikan dari 893 kasus pada Kamis (26/3) menjadi 1.046 kasus pada Jumat pukul 12.00 WIB. Peningkatan jumlah kasus itu, kata Yuri, menggambarkan masih adanya penularan penyakit di tengah masyarakat.

“Masih ada sumber penyakitnya dan masih ada kontak dekat yang terjadi, sehingga total kasus menjadi 1.046,” ujar dia.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menyebutkan, pemerintah tengah menggodok rancangan peraturan pemerintah (PP) untuk melakukan karantina kewilayahan. Upaya karantina dilakukan untuk menindaklanjuti keinginan beberapa daerah di Indonesia yang hendak melakukan karantina kewilayahan tersebut.

"Mereka sudah mulai menyampaikan beberapa keputusan kepada pemerintah (tapi) formatnya belum jelas. Oleh sebab itu kita sekarang, pemerintah ini sedang menyiapkan rancangan PP untuk melaksanakan apa yang disebut karantina perwilayahan," ujar Mahfud melalui konferensi video, Jumat (27/3).

Mahfud menjelaskan, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan memang ada yang disebut dengan karantina kewilayahan. Hal tersebut berarti membatasi perpindahan orang, kerumunan orang, atau gerakan orang demi keselamatan bersama.

Menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu, untuk melaksanakan apa yang diatur dalam UU tersebut diperlukan PP sebagai peraturan pelaksanaannya. PP yang tengah dibicarakan oleh pemerintah akan mengatur soal syarat apa saja yang dapat membuat suatu daerah melakukan pembatasan gerakan tersebut.

"Apa syaratnya, kemudian apa yang dilarang dilakukan dan bagaimana prosedurnya. Itu sekarang sedang disiapkan. Insya Allah nanti dalam waktu dekat akan keluar peraturan itu agar ada keseragaman tentang itu," jelas dia.

Salah satu hal yang akan diatur juga ialah terkait prosedur pengajuan pengarantinaan kewilayahan tersebut. Pemerintah akan mengatur, pihak yang dapat mengusulkan keputusan tersebut ialah Kepala Gugus Tugas Wilayah Provinsi kepada Kepala Gugus Tugas Nasional. Barulah kemudian Kepala Gugus Tugas Nasional akan berkoordinasi dengan menteri-menteri terkait.

"Seumpamanya terjadi karantina wilayah, nanti tentu saja tidak boleh ada penutupan lalu lintas jalur terhadap mobil atau kapal yang membawa bahan pokok," tuturnya.

Selain itu, toko, warung, maupun supermarket yang memang barang dagangannya dibutuhkan oleh masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari juga tidak bisa ditutup. Tempat-tempat tersebut juga tidak boleh dilarang untuk dikunjungi. Operasionalnya tentu tetap dalam pengawasan yang ketat oleh pemerintah.

"Saat ini saya sedang berkumpul dengan teman-teman untuk menyiapkan semacam rancangan PP-nya karena memang harus diatur oleh PP," katanya.

Mahfud menyebutkan, secara praktis sebenarnya saat ini pemerintah telah melakukan karantina. Tapi, karantina yang dilakukan itu masih terbatas.

"Secara praktis sekarang ini kan kita sudah melakukan karantina tapi terbatas kan. Misalnya di Jakarta itu orang tidak boleh bepergian," ungkap Mahfud.

Menurut dia, langkah karantina terbatas telah dilakukan beberapa waktu ke belakang. Saat ini, pemerintah mempunyai pemikiran untuk melakukannya secara lebih luas lagi meskipun tidak melakukan karantina secara total seperti yang dilakukan oleh beberapa negara lain.

"Kita sedang mengatur prosedur-prosedur dan pembatasan-pembatasannya serta syarat-syaratnya. Karena kita tidak mungkin, yang punya wilayah begitu banyak dan ada perlintasan, ada satu daerah dengan daerah lain, lalu di lockdown. Tidak boleh," katanya.

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menilai pemerintah seharusnya sudah melakukan lockdown atau karantina. Alasannya jumlah penderita virus Covid-19 alias Corona terus bertambah.

"Sejak awal saya setuju dengan islitah lockdown atau karantina lah, sesuai dengan perintah UU nomor 6 tahun 2018, tapi ini tidak dilakukan dengan segala pertimbangan," kata Agus Pambagio di Jakarta, Jumat (27/3).

Dia mengatakan, lockdown atau karantina dibutuhkan guna mencegah penyebaran virus tersebut lebih jauh lagi. Dia meminta pemrintah tidak perlu berdiskusi terlalu panjang mengenai hal tersebut mengingat keselamatan warga merupakan hal yang utama.

Dia menilai pemerintah sebenarnya mampu menghitung serta mengeluarkan seluruh biaya yang dibutuhkan selama proses karantina tersebut. Dia mengatakan, negara tentu memilik seluruh sumber daya yang dibutuhkan guna menyelamatkan warga mereka dari pandemik saat ini.

"Uangnya ada, dari pada intervensi pasar toh rupiah juga jeblok dan biar saja rupiah sampai 20 ribu nanti diurus belakangan yang penting ini selesai," kata tegasnya.

Menurutnya, pemerintah juga tidak terlalu memusingkan kondisi perekonomian nasional di tengah pandemik semacam ini. Dia mengatakan, ekonomi negara sudah pasti mengalami perlambatan signifikan di saat kondisi ekonomi global juga terganggu.

Dia meminta pemerintah menghitung paling tidak biaya karantina yang akan dikeluarkan dalam satu bulan penuh. Mulai dari memberi insentif bagi warga hingga penyemprotan disinfektan di seluruh negara.

Menurut Agus, sikap yang bertele-tele dari pemerintah hanya akan mengantarkan pada jumlah korban yang terus menumpuk. Dia melanjutkan, dunia ekonomi juga tidak akan mendapatkan kepastian stabilitas menuyusul kondisi yang terjadi sehingga terus menyusut.

"Mumpung semua turun itu ya sudah matikan saja tidak apa-apa, bersihkan terus sudah selesai. Tidak usah mikir pindah ibu kota, bikin kereta cepat apalagi wisata karena nggak ada juga yang mau ke sini," katanya.

Pemerintah hingga saat ini hanya memberlakukan kebijakan social distancing. Agus menilai kebijakan itu kurang efektif lantaran masih banyak warga yang berkumpul.

Melihat hal itu, dia menilai wajar jika kemudian banyak daerah yang melakukan karantina secara terpisah guna mencegah penyebaran Covid-19 di wilayah masing-masing. Dia mengatakan, keputusan tersebut terpaksa diambil meski bertentangan dengan komando pemerintah pusat.

Dia mengaku mendapat informasi bahwa Tegal telah melakukan karantina wilayah. Hal serupa juga, sambung dia, juga tengah dirapatkan pemerintah daerah Jawa Tengah menyusul keputusan pemerintah pusat berkenaan dengan corona hanya social distancing.

"Jadi meski perintahnya nggak boleh mutuskan ya mereka juga pasti akan memutuskan sendiri demi keselamatan wawrganya, nggak peduli kalau akan dipecat," katanya.

Anjuran lockdown juga diajukan oleh Ketua Dewan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Siti Setiati. Ia melayangkan surat terkait imbauan penanganan Covid-19 kepada Presiden Joko Widodo. Salah satu usulannya, Siti menyarankan lockdown wilayah.

Menurut Siti, pertimbangan karantina wilayah secara selektif dapat menjadi alternatif bagi Indonesia. Pasalnya, saat ini jumlah kasus positif Covid-19 terus meningkat dengan jumlah pasien meninggal lebih banyak daripada pasien yang sembuh.

Ia mengatakan, karantina wilayah menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan merupakan langkah yang bisa dilakukan. Pemerintah bisa mengambil opsi menutup wilayah yang sudah terjangkit Covid-19.

"Dengan demikian, diharapkan dapat memutuskan rantai penularan infeksi, baik di dalam maupun di luar wilayah," kata Siti dalam keterangannya, Jumat (27/3).

Karantina wilayah, dia melanjutkan, disarankan dilakukan selama minimal 14 hari. Karantina ini baiknya dilakukan di provinsi-provinsi yang menjadi episentrum (zona merah) penyebaran Covid-19.

"Karantina wilayah akan memudahkan negara untuk menghitung kebutuhan sumber daya untuk penanganan rumah sakit," kata dia menambahkan.

Tentunya, dia menambahkan, karantina wilayah ini dilakukan dengan sinergi berbagai pihak. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus bekerja sama menciptakan sinergi lintas sektor yang matang.

photo
Pemeriksaan cepat covid-19. - (republika)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement