REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Warga Palestina di Jalur Gaza membatalkan peringatan tahun kedua aksi The Great March of Return yang biasanya digelar setiap 30 Maret. Pembatalan aksi ini dilakukan di tengah kekhawatiran penyebaran virus korona jenis baru atau Covid-19.
"Kami menyerukan kepada orang-orang kami untuk tidak pergi ke aksi Great March of Return pada 30 Maret, dan tinggal di rumah untuk menjaga keselamatan rakyat kami dalam menghadapi pandemi yang mematikan ini," ujar seorang anggot senior dari kelompok Palestinian Islamic Jihad (PIJ), Khaled al Batsh, dilansir Aljazirah, Ahad (29/3).
Sebagai gantinya, Al Batsh meminta warga Palestina di Gaza untuk mengibarkan bendera Palestina di atap-atap rumah mereka dan membakar bendera Israel. Lalu lintas akan dihentikan selama satu jam dan sirine akan dibunyikan di seluruh wilayan untuk menandai peringatan Great March of Return.
Menurut pejabat medis Gaza, 215 warga sipil Palestina telah terbunuh oleh tentara Israel dan 8000 lainnya mengalami luka tembak dalam peringatan Great March of Return, pada tahun lalu. Di 2019, penyelidik Dewan Hak Asasi Manusia PBB mengatakan, pasukan Israel telah melakukan kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan. Mereka telah menyebabkan anak-anak dan paramedis menjadi korban.
Aksi Great March of Return juga disebut sebagai Palestinian Land Day untuk memperingati peritiwa 30 Maret 1976. Ketika itu polisi Israel menembak dan menewaskan enam warga Palestina ketika mereka menuntut pengembalian tanah mereka yang diduduki oleh Israel.
Aksi Great March of Return dilakukan sebagai bentuk protes atas kesulitan perekonomian di Jalur Gaza akibat blokade Israel. Sebanyak 80 persen penduduk Gaza adalah pengungsi atau keturunan para pengungsi yang kehilangan tempat tinggal karena peperangan dengan Israel pada 1948.
Sejauh ini, ada sembilan kasus Covid-19 yang dikonfirmasi di Jalur Gaza. Sejumlah rumah sakit di Gaza bersiap untuk menghadapi tantangan menerima pasien yang terinfeksi virus korona.