REPUBLIKA.CO.ID, JOHANNESBURG – Polisi menembakkan gas air mata ke kerumunan penumpang feri di Kenya ketika hari pertama jam malam diberlakukan.
Kekerasan ini muncul di beberapa negara Afrika lainnya dalam tindakan untuk menertibkan warga agar tidak berkeliaran di tengah penyebaran virus corona.
"Kami merasa ngeri dengan penggunaan kekuatan kepolisian yang berlebihan," ujar Amnesty International Kenya dan 19 kelompok hak asasi manusia lainnya mengatakan dalam sebuah pernyataan menjelang jam malam yang dimulai Jumat (27/3) malam.
Kelompok itu menyatakan, telah mendapatkan kesaksian dari para korban, saksi mata, dan rekaman video. Mereka menunjukkan polisi menyerang anggota masyarakat di bagian lain negara itu.
Bahkan, beberapa petugas kesehatan melaporkan diintimidasi oleh petugas polisi ketika mereka mencoba untuk memberikan layanan setelah jam malam.
Kementerian Dalam Negeri Kenya menjawab kritik bahwa jam malam dimaksudkan untuk menjaga terhadap ancaman nyata terhadap kesehatan masyarakat.
"Melanggar itu tidak hanya tidak bertanggung jawab, tetapi juga membuat orang lain dalam bahaya," ujar Kementerian Dalam Negeri Kenya.
Masyarakat Hukum Kenya akan mengajukan ke pengadilan untuk menentang jam malam dengan alasan peraturan itu tidak konstitusional dan telah digunakan oleh polisi.
Presiden Masyarakat Hukum Kenya, Nelson Havi menyatakan, seharusnya hukuman untuk melanggar jam malam bukanlah hukuman fisik. "Jelas bahwa Covid-19 akan disebarkan lebih banyak oleh tindakan polisi daripada yang diklaim telah melanggar jam malam," kata Havi.
Langkah-langkah pencegahan penyebaran virus telah mengambil jalur kekerasan di beberapa bagian Afrika lainnya. Negara-negara tersebut memberlakukan isolasi wilayah dan jam malam atau menutup kota-kota besar.
Beberapa menit setelah lockdown di Afrika Selatan dimulai pada Jumat (27/3), polisi meneriaki para tunawisma di pusat kota Johannesburg. Petugas keamanan mengejar beberapa orang dengan tongkat.
Beberapa pengendara dikejar, dihentikan, dicari, dan disebut egois. Warga lain melaporkan polisi menggunakan peluru karet dan 55 orang di Afrika Selatan telah ditangkap akibat tidak segera berada di rumah.
Sedangkan di Rwanda, negara pertama di Afrika sub-Sahara yang memberlakukan lockdown, beredar kabar terdapat dua orang meninggal karena polisi bertindak akibat keduanya tidak menaati peraturan.
Polisi membantah bahwa dua warga sipil meninggal terbunuh karena menentang untuk menaati peraturan. Petugas mengatakan, orang-orang itu menyerang seorang petugas setelah dihentikan. Zimbabwe mendapatkan kritik oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia atas tindakan keras mematikan setelah menetapkan karantina selama tiga pekan.