REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Apakah tato diperbolehkan oleh agama Islam? Untuk diketahui, tato telah dikenal sejak zaman Rasulullah SAW. Sekian banyak hadis yang melarang orang bertato. Bahkan, larangannya sedemikian keras sampai-sampai Nabi SAW mengutuk pelakunya.
Ancaman dan kutukan itu menjadi bahan diskusi di kalangan ulama. Pakar tafsir Alquran Sayyid Muhammad Rasyid Ridha (1865-1935) menilai, sikap Rasul SAW itu disebabkan ketika itu, tato-tato banyak menampilkan gambar-gambar yang mengandung lambang mempersekutukan Allah SWT.
Namun, tato yang tidak mengandung makna mempersekutukan Allah pun tak dapat ditoleransi. Meskipun begitu, tato yang demikian nilai dosanya lebih rendah daripada yang bermakna syirik.
Tato yang menghalangi tersentuhnya air wudhu atau air mandi junub sangatlah terlarang--apa pun gambar atau tulisan pada tato itu. Hal ini membedakannya dari kutek atau pacar. Bila kutek atau pacar itu tak menghalangi sentuhan air pada bagian-bagian tubuh yang harus dikenai air saat wudhu atau mandi junuh, maka kutek atau pacar boleh-boleh saja (mubah).
Rasul SAW menganjurkan kaum perempuan untuk memperindah kuku mereka dengan pacar. Suatu ketika, ada yang mengulurkan sesuatu kepada Nabi SAW di belakang tabir. Beliau bertanya, apakah ini tangan perempuan atau pria. Istri beliau Aisyah menjawab, itu adalah tangan perempuan. Ketika itulah beliau bersabda, "Tidakkah baiknya ia memakai pacar untuk memperindah kukunya?"
Tato hendaknya dihapuskan atau dihilangkan dari tubuh. Akan tetapi, jika dalam upaya menghilangkannya dapat mengakibatkan cacat, maka upaya tersebut tidak perlu dilakukan.
Orang yang bertato hendaknya beristigfar, memohon ampun kepada Allah Ta'ala. Sambil menyesali perbuatan itu, ia bertekad tidak mengulanginya. Wa Allah A'lam.