REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam hidup ini, seorang insan tentunya pernah melakukan kesalahan atau dosa. Islam menganjurkan umat agar bertobat sebelum ajal menjemput.
Salah satu etika tobat adalah memiliki perasaan takut sekaligus harapan ketika meminta ampunan kepada Allah SWT. Para ulama memperinci ketentuan tobat yang betul. Pertama, menyesali perbuatan-perbuatan yang salah atau kekeliruan yang telah dilakukan. Dalam hal ini, acuannya adalah sabda Rasulullah SAW, "Menyesali kesalahan adalah tobat" (HR Ibnu Majah).
Adapun tanda dari penyesalan adalah lembutnya hati orang yang bertobat dan berderainya air mata. Untuk mendapatkan suasana batin yang sesuai, orang yang bertobat sebaiknya mengubah gaya hidupnya. Misalnya, tidak lagi berkumpul bersama kelompoknya yang masih gemar melakukan dosa. Ia dapat memulai ikut serta dalam pengajian atau meminta bimbingan kiai/ustaz. Ia pun dapat bersama-sama dengan orang-orang yang juga ingin meniti jalan kebaikan.
Nabi Muhammad SAW bersabda, "Berkumpullah bersama orang yang bertobat karena hati mereka lembut."
Langkah kedua, yakni meninggalkan setiap perbuatan dosa di mana pun dan kapan pun. Orang yang bertobat secara sungguh-sungguh hendaknya menyadari, Allah SWT Maha Menyaksikan setiap perbuatan kita. Dari sini, seseorang akan merasa terus diawasi oleh Allah sehingga menahannya dari keinginan berbuat dosa.
Langkah ketiga, orang tersebut hendaknya berjanji untuk tidak kembali pada dosa dan kesalahan. Hal ini penting agar dia tidak jatuh pada lubang yang sama. Ini pula makna tobat yang tak sekadar ucapan istighfar, melainkan berwujud langsung dalam tindakan.
"Dan bertaubatlah kalian semua wahai orang-orang yang beriman supaya kalian beruntung." (QS an-Nuur: 31)
Wallahu a’lam.