Senin 30 Mar 2020 16:23 WIB

Berdiam di Rumah Jadi Media Muhasabah dan Memperbaiki Diri

Indonesia saat ini tengah menghadapi fase 1 penyebaran Covid-19.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Muhammad Fakhruddin
Ilustrasi muhasabah.
Foto: Edwin Dwi Putranto/Republika
Ilustrasi muhasabah.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sejak munculnya kasus positif Covid-19 di Indonesia, pemerintah mengimbau masyarakat untuk berdiam diri di rumah dan tidak melakukan aktivitas yang tidak perlu. Imbauan ini digaungkan sebagai bentuk usaha mencegah penyebaran virus yang lebih luas.

Dai Ambassador Dompet Dhuafa, Ustaz Yendri Junaidi melihat imbauan ini sebagai salah satu upaya yang baik dan sudah sewajibnya diikuti. Pun, ia menilai berdiam di rumah bisa menjadi sarana atau media umat Muslim untuk bermuhasabah dan memperbaiki diri.

"Saya membaca tulisan dari salah satu Kiai. Bahwa dengan adanya musibah pandemi ini, kita diajak untuk berkhalwat, mendekatkan diri kepada Allah SWT, menyendiri, dan menarik diri dari hiruk pikuk kebiasaan duniawi," ujar Ustaz Yendri dalam acara Cordofa Talk, Senin (30/3).

Ia menyebut dengan melakukan introspeksi diri, seorang hamba bisa lebih mengenal dirinya sendiri. Ketika musibah ini selesai, akan muncul pribadi dengan target dan kondisi yang baru.

Selain menghabiskan waktu dengan memperbanyak ibadah, membaca Alquran, dan berdoa, berdiam di rumah dapat diisi dengan mengenal diri sendiri. Yang mungkin selama ini sering diabaikan karena kegiatan-kegiatan yang kerap dilakukan.

"Setelah wabah ini berlalu, kita menjadi pribadi yang berbeda. Pribadi yang lebih tenang, dewasa, dan tidak mudah terpancing dgn isu atau omongan. Kita jadikan momentum ini untuk bermuhasabah dan mengenal diri sendiri," lanjutnya.

Ustaz Yendri pun menyebut kejadian apapun yang terjadi di dunia, tidak ada yang murni baik maupun murni buruk. Dalam sebuah kebaikan terselip keburukan, begitu pula sebaliknya.

Dalam Hadis Riwayat Imam muslim, dari Shuhaib bin Sinan, Rasulullah SAW pernah bersabda, "Alangkah mengagumkan keadaan orang yang beriman, karena semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya".

Adapun dalam menghadapi musibah kali ini, ia mengajak umat Muslim untuk berikhtiar dan bertawakal. Ikhtiar dan tawakal harus berjalan seimbang dan tidak bisa menitikberarkan satu sisi saja.

Ikhtiar dilakukan dengan mengikuti anjuran pemerintah, seperti sering mencuci tangan, menjaga kebersihan, berdiam di rumah, serta menghindari kegiatan yang melibatkan banyak orang. Sementara tawakal dilakukan dengan memeprbanyak berdoa, ibadah, dan menyerahkan diri kepada Allah SWT.

Dalam HR Bukhari 3474, Aisyah istri Nabi SAW berkata, "Saya bertanya kepada Rasulullah tentang wabah penyakit tha’un. Maka Nabi SAW mengkabarkan kepadaku, Sesungguhnya wabah penyakit tha’un itu adalah siksa yang dikirimkan Allah kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Tetapi Allah juga menjadikannya sebagai rahmat bagi kaum mukminin (yang bersabar menghadapinya).

Maka tidak ada seorang hamba ketika terjadi wabah penyakit tha’un tetap tinggal di negerinya (dalam riwayat Ahmad tertulis : “di rumahnya”) dengan sabar, mengharap pahala dari Allah (atas kesabarannya) dan mengetahui bahwa tidak ada yang menimpanya kecuali apa yang telah Allah tetapkan, melainkan ia akan memperoleh pahala seperti orang yang syahid."

Perihal pernyataan sebagian masyarakat yang menyebut jika mendapat pahala syahid karena wabah, lantas mengapa harus bersembunyi di rumah, Ustaz Yendri mengingatkan bahwa Islam memberikan pandangan yang berimbang. Ikhtiar dan tawakal harus berjalan berdampingan.

Hal ini juga dituliskan dalam HR Bukhari, "Jika kalian mendengar wabah melanda suatu negeri. Maka, jangan kalian memasukinya. Dan jika kalian berada didaerah itu janganlah kalian keluar untuk lari darinya."

"Rasulullah SAW memerintahkan ada usaha. Usaha untuk tidak terkena penyakit itu. Harus ada keseimbangan antara tawakal dengan usaha maksimal. Jangan lebih mengedepankan tawakal, tapi mengesampingkan kemampuan manusiawinya," ujar Ustaz Yendri.

Ketua Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Dompet Dhuafa, dr. Yenni Purnamasari menyebut, Indonesia saat ini tengah menghadapi fase 1 penyebaran Covid-19. Peningkatan jumlah pasien perlu menjadi perhatian semua elemen masyarakat Indonesia.

"Rasio kematian Indonesia kurang lebih 8,6 persen. Cukup tinggi dibanding dunia, dimana rasionya 4,63persen. Ini bisa terjadi karena temuan kasus positif masih memerlukan waktu dan sebaran kasus bisa jadi akan terus meluas," ujarnya.

Ia menyebut saat ini yang menjadi konsentrasi penyebaran Covid-19 ada di wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Pihak medis maupun pemerintah masih belum bisa memprediksi sejauh mana wabah ini menyebar.

Rasio kematian juga tinggi karena 80 persen kasus di Indonesia, orang dengan virus ini tidak menunjukkan gejala. Sehingga, orang tersebut merasa bebas dan mampu melakukan mobilitas, bertemu dengan banyak orang.

Dengan perilaku seperti ini, virus bisa lebih mudah tersebar ke banyak orang. Di Indonesia, hanya 15 hingga 20 persen orang positif Covid-19 menunjukkan gejala dan membatasi aktifitasnya.

Sampai saat ini, DD telah melakukan kolaborasi dan kerja sama dengan Kementerian Kesehatan maupun Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.

Didukung banyak pihak, Dompet Dhuafa menyiagakan tujuh rumah sakit untuk menangani virus tersebut. Rumah sakit tersebut tersebar di Jakarta, Bogor, Riau, dan Lampung.

"Yang perlu dilakukan masyarakat kalau tidak bisa karantina wilayah, maka individunya melakukan isolasi mandiri atau physical distancing. Ini upaya untuk mencegah penyebaran yang lebih meluas. Tetap di rumah, apalagi yang berada di zona merah," ujarnya.  

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement