REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Banyak ikhtiar yang sudah dilakukan organisasi kemasyarakatan dan kelompok warga demi mencegah penyebaran Covid-19. Muhammadiyah, misal, seperti juga Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa beribadah di rumah.
"Serta, fatwa antisipatif untuk hadapi Ramadhan dan Idul Fitri dengan segala rangkaiannya, intinya tarawih dan kegiatan ibadah di masjid dapat dilakukan di rumah masing-masing," kata Haedar di Yogyakarta, Senin (30/3).
Ia mengatakan, pemda-pemda seperti DKI Jakarta dikabarkan sudah minta izin ke pemerintah pusat untuk karantina wilayah. Beberapa pemda sampai tingkat lokal sudah menerapkan karantina wilayah terbatas sesuai kondisi setempat.
Tapi, Haedar berpendapat, keadaan seperti ini sudah tidak dapat dibiarkan terus tanpa ada satu kebijakan nasional. Yang mana, kebijakan itu tentu berlaku umum sebagaimana prinsip negara kesatuan yang dianut Indonesia.
"Karenanya, pemerintah pusat perlu mencermati perkembangan nasional ini secara seksama untuk mengambil kebijakan nasional yang tegas demi penyelamatan bangsa," ujar Haedar.
Jika setelah dikaji seksama berdasarkan masukan ahli yang obyektif dan demi mencegah penularan Covid-19 meluas, ia merasa, sebenarnya cukup bijaksana jika pemerintah pusat mempertimbangkan wacana tersebut.
Yaitu, kata Haedar, pemberlakuan karantina wilayah atau apapun namanya yang berlaku secara nasional. Baik dengan merujuk ke UU No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan maupun dibikin Peraturan Presiden atau landasan hukum lainnya.
Ia melihat, dengan prinsip negara kesatuan dan demi penyelamatan bangsa, sebenarnya pemerintah memiliki dasar kuat mengambil kebijakan nasional. Itu demi mencegah perluasan sekaligus memotong rantai penularan wabah Covid-19.
"Korban tertular dan meninggal sudah banyak, saatnya penyelamatan nasional untuk bangsa lebih diutamakan," kata Haedar.
Haedar menyatakan, segala sesuatu maupun dampaknya dapat dimasukkan dalam pertimbangan dan pelaksanaan kebijakan. Termasuk, dampak ekonomi khususnya dalam melindungi masyarakat pekerja harian dan masyarakat yang tidak mampu.
Ia mengingatkan, setiap kebijakan selalu ada plus dan minus. Tapi, Haedar menekankan, negara harus benar-benar hadir ketika rakyat dan kepentingan nasional tengah membutuhkan solusi.
Pemerintah dan segenap kekuatan bangsa dapat bekerja sama menangani masalah seberat apapun demi kepentingan rakyat. Ia berharap, elite, kekuatan partai politik dan pejabat negara lain tunjukkan komitmen dan keprihatinan tinggi.
Terutama, kata Haedar, untuk meringankan beban rakyat dan melakukan ikhtiar bersama hadapi wabah pandemi ini. Ia menilai, ini saatnya semua membuktikan diri dalam bela rakyat dan cinta Indonesia.
Kata Haedar, krisis seperti sekarang saatnya semangat persatuan dan gotong royong yang selama ini jadi kebanggan nasional dibuktikan. Sebab, jika semua memiliki niat dan ikhtiar optimal beban seberat apapun dapat dihadapi.
"Memang setiap musibah selalu berat dengan sejumlah dampaknya, tapi jika semuanya ikhlas dan sungguh-sungguh mencari jalan ke luar disertai spirit kebersamaan, maka akan selalu ada solusi meskipun tidak ideal," ujar Haedar.
Ia menyarankan, dalam suasana seperti sekarang sebaiknya ke depankan pula keluhuran ruhani dengan saling bekerja sama dan tidak saling menyalahkan. Artinya, mau menerima kritik dan masukan dengan lapang hati.
Yang tidak kalah penting, semua berbuat nyata pecahkan masalah. Sebab, jika tidak dapat memberi jalan ke luar, sebaiknya saling menahan diri untuk tidak menambah berat masalah.
Haedar turut menyampaikan empati menyaksikan petugas kesehatan dan relawan yang terus berkhidmat di garis depan dengan resiko dan pengorbanannya untuk kemanusiaan. Semua memiliki peran masing-masing yang dapat dimaksimalkan.
Ia mengingatkan, kondisi di tengah-tengah gelombang musibah global ini turut menyadarkan kita semua jika kuasa manusia tidak ada yang digdayanya. Menurut Haedar, semuanya terasa kecil dan nisbi.