REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Allah SWT menanam dalam hati tiap insan dua jenis benih. Pertama, benih kefasikan (fujur) dan takwa. Hal ini ditegaskan dalam Alquran surah asy-Syams ayat 8-10.
"Maka Dia (Allah) mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan merugilah orang yang mengotorinya." Demikian terjemahan firman Allah tersebut.
Bagaikan seorang petani yang tangkas, Muslim hanya fokus pada membesarkan benih ketakwaan di dalam hatinya. Biarkan benih fujur kerdil dan merana.
Seorang Muslim yang baik akan terus memupuk benih takwa itu dengan Alquran dan Sunah Nabi SAW sebagai pupuk yang utama. Lalu, ia menyiraminya dengan air hikmah, yakni berupa ucapan dan perilaku para salafush shalih.
Bersamaan dengan itu, dia juga berusaha menjauhi segala bentuk maksiat agar tanaman terhindar dari hama dan penyakit. Dan tanah yang subur, tanamannya tumbuh baik dengan izin Allah, sebaliknya tanah yang gesang tanamannya tumbuh kerdil .... (QS Al-A’raf [7]: 58).
Tanaman seperti inilah yang diumpamakan oleh Allah SWT dalam QS Ibrahim [14]: 24-25. Tidakkah engkau perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya menjulang ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan izin Rabbnya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.
Betapa indah pohon takwa Rasulullah SAW. Banyak orang melemparinya dengan batu, cacian, dan berbagai fitnah, tapi Rasul SAW selalu membalasnya dengan buah senyum dan kasih sayang.
Begitu pula dengan pohon takwa Abu Bakar Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib Radliyallahu anhum, dan para sahabat lainnya yang selalu berbuah akhlaqul karimah. Mereka, generasi pertama Islam yang selalu menjadikan Alquran dan sunah sebagai referensi utama, hingga Aisyah RA menyebut akhlak Rasulullah SAW sebagai Khuluquhul Qur`an (akhlak Rasulullah adalah Alquran).
Bagimana dengan generasi Islam saat ini, apa yang menjadi referensi utama mereka dalam berucap dan bertindak? Pertanyaan inilah yang harus dijawab oleh para orang tua dan pemimpin Islam saat ini. Wallahu a’lam.