REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO— Otoritas Mesir memberlakukan aturan jam malam sebagai bentuk mencegah penyebaran wabah Covid-19. Adanya jam malam ini mengancam Muslim di sana dalam menghadapi Ramadhan.
Berbagai unggahan di sosial media Twitter mengeluhkan keberadaan aturan jam malam ini. Sebuah wanita muda Mesir dalam unggahannya menulis, "Mereka telah mengeringkan air saya dan menghabiskan makanan kami. Dengan apa saya akan bertahan? Bagaimana saya membawa makanan untuk anak-anak saya?".
Dikutip di Haaretz, wanita ini juga menyebut di masa-masa biasa, kehidupan yang dia jalani tidak mudah. Tetapi setelah pemerintah Mesir mengumumkan adanya jam malam umum dua pekan pada pekan lalu, hidupnya menjadi semakin tak tertahankan.
"Ini adalah jam malam yang aneh dimulai dimulai pukul 07.00 petang dan berakhir pada 06.00 pagi. Apa logikanya? Apakah virus hanya menginfeksi orang di malam hari?" tulis sebagian orang di media sosial
Bagi jutaan orang Mesir, yang bekerja dua shift dan memiliki beberapa pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup, adanya jam malam bagaikan hukuman mati yang akan mengeksekusi warganya, kemudian tidak akan ada lagi orang yang terinfeksi.
Jam malam ini berlaku untuk semua bentuk transportasi umum, termasuk kereta bawah tanah. Sementara kendaraan ini membawa jutaan penumpang setiap hari di Kairo. Jam malam juga diberlakukan untuk semua toko, kecuali apotek dan supermarket.
Kota yang dulunya semarak, tidak beristirahat barang sejenak, baik siang atau malam, kini berubah menjadi kota hantu, seperti banyak kota di Israel dan Eropa. Kontingen polisi dalam jumlah besar berpatroli di pasar-pasar utama, yang beberapa di antaranya telah ditutup sepenuhnya. Mereka juga menjaga gang-gang dan jalan-jalan utama, serta menyuruh orang-orang pulang untuk mengisolasi diri.
Bagi masyarakat yang melanggar jam malam, akan dikenai didenda 4.000 pound Mesir atau sekitar 255 dolar Amerika.
Jumlah ini termasuk besar, bahkan untuk kelas menengah. Pada saat yang sama, orang-orang Mesir kesulitan mencari informasi seberapa parah pandemi ini menimpa negara mereka.
Menurut angka resmi, sejauh ini sekitar 40 orang telah meninggal dan sekitar 540 orang dinyatakan positif terkena Covid-19.
Namun tidak ada yang percaya angka-angka ini. Bagi siapa pun yang menantang pemerintah dan menunjukkan data lain, akan berhadapan dengan hukum.
Masalah terbesar yang kini dihadapi Mesir adalah mempertahankan layanan publik, serta bantuan ekonomi untuk perusahaan maupun bisnis lain yang operasinya telah dibekukan atau dibatasi.
Bank Sentral Mesir mengumumkan rencana ekonomi yang mencakup pemotongan suku bunga tiga persen pada pinjaman. Bank sentral juga akan memberikan pinjaman dan hibah senilai 1,25 miliar dolar kepada pelaku bisnis untuk merangsang investasi, perdagangan, dan manufaktur.
Setelah bursa saham Mesir kehilangan lebih dari 40 persen dalam satu bulan, pemerintah mengumumkan penurunan inflasi menjadi 5,3 persen. T
erdapat penurunan dramatis dalam konsumsi, dan penghematan dalam pengeluaran untuk pembelian minyak.
Ancaman lain yang dihadapi Mesir adalah ratusan ribu warganya yang bekerja di negara-negara Teluk, harus kembali ke Mesir setelah kehilangan pekerjaan, karena berkurangnya kegiatan di perusahaan-perusahaan minyak di Teluk, dan resesi yang tinggi di negara-negara Teluk.
Orang Mesir bahkan ke depannya mungkin kehilangan rasa nyaman yang mereka nantikan selama bulan Ramadhan. Biasanya banyak bermunculan serial televisi setiap tahun.
Beberapa produsen serial yang akan ditayangkan bulan depan, ketika Ramadhan dimulai, telah mengumumkan menghentikan kegiatan karena Covid-19. Tampaknya, ini akan menjadi Ramadhan paling kejam yang dikenal Mesir selama beberapa dekade.