Selasa 31 Mar 2020 10:52 WIB

Bolehkah Suami Merahasiakan Penghasilan pada Istri?

Suami wajib memberi nafkah pada istrinya.

Bolehkah Suami Merahasiakan Penghasilan pada Istri? Foto ilustrasi
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Bolehkah Suami Merahasiakan Penghasilan pada Istri? Foto ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam ajaran Islam, suami wajib memberi nafkah pada istrinya. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT: Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang tidak mampu hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya (semampunya).. (at-Thalaq: 7).

Banyak juga hadits shahih berkaitan dengan nafkah ini, antara lain diriwayatkan dari jabir bin Abdullah bahwa Rasulullah SWT bersabda: "Takutkah kalian kepada Allah dalam hal yang berhubungan dengan wanita (istri). Mereka itu ibarat tawanan bagi kamu. Kamu ambil mereka sebagai amaha Allah dan kamu halalkan kehormatan mereka dengan kalimat Allah. Kewajiban kalian adalah memberi makan dan pakaian pada mereka dengan cara yang makruf/baik..." (HR Muslim, Abu Dawud, dan Malik).

Baca Juga

Dari ayat dan hadits tersebut dapat dipahami dalam Islam, tanggung jawab nafkah ada pada suami, terkait kebutuhan pokok, yakni makanan, pakaian, dan tempat tinggal. karena itu, memaknai nafkah sebagai 'uang jajan' atau 'uang saku' istri adalah mengada-ada. hal itu sama sekali tidak sesuai pengertian nafkah yang dijelaskan para ulama karena uang jajan bukan kebutuhan pokok.

Apabila suami sudah melaksanakan kewajibannya terkait nafkah, maka istri harus patuh pada suami dan tidak boleh melangkah sendiri tanpa izin suami (yang taat pada Allah). Di antara masalah yang mungkin muncul adalah apakah suami harus menyerahkan semua penghasilannya kepada istri? Bolehkah suami memberikan sebagian dan menyimpan bahkan merahasiakan sebagian yang lain dari penghasilannya?

Kata kunci dalam masalah nafkah hal ini adalah penegasan Allah dan Rasulullah yang sering diulang dalam berbagai konteks, yakni "bil ma'ruf" (secara baik, pantas, dan layak). Jadi ukuran dan besaran nafkah itu adalah bil ma'ruf dilihat dari dua sudut, sudut kemampuan suami dan kebutuhan istri. Suami tidak boleh pelit (kikir) dan istri juga tidak boleh royal (terlalu boros) dan banyak menuntut.

KH Ahmad Zahro dalam Fiqih Kontemporer mengatakan apabila suami punya penghasilan besar dan sudah menafkahi istri secara ma'ruf, maka suami memiliki hak penuh terhadap harta yang didapatkan dari hasil kerjanya. Bahkan juga boleh merahasiakan dari istrinya atas dasar pertimbangan kemaslahatan di jalan Allah, dan bukan bermaksud menipu.

Ini paralel dengan dan seimbang dengan istri yang mempunyai penghasilan sendiri. Dia berhak penuh atas penghasilan tersebut, boleh membelanjakan sesuai kemauan dan dalam kebaikan, bahkan juga boleh merahasiakannya dari suami jika khawatir terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan menyimpang dari jalan Allah. Dengan kata lain, pendapatan dan harta suami adalah untuk diri dan keluarganya, sedang pendapatan dan harta istri adalah untuk dia sendiri. Wallahu a'lam.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement