REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Puasa wajib hukumnya bagi orang beriman. Jika seorang hamba mengalami suatu kondisi seperti sakit, musafir dan termasuk wanita hamil dan menyusui Allah bolehkan untuk tidak puasa.
Isnawati dalam bukunya Wanita Hamil Atau Menyusui, Qadha Atau Fidyah? mengatakan dalam Alquran Allah tidak menyebut secara eksplisit wanita hamil atau yang sedang menyusui boleh tidak berpuasa selama Ramadhan. Hal ini menyebabkan para ulama harus berijtihad tentang hukum wanita hamil dan menyusui yang tidak berpuasa dan apa konsekuensinya jika mereka tidak berpuasa.
Dalam Alquran Surah Al Baqarah ayat 184 Allah berfirman yang artinya: "Siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui."
Berdasarkan ayat di atas, Allah menyebutkan, bagi mereka yang sakit atau sedang safar boleh tidak berpuasa pada Ramadhan, dengan konsekuensi mengganti puasa yang
ditinggalkan pada hari lain di luar Ramadhan. Dan bagi mereka yang tidak mampu lagi berpuasa, maka ada kewajiban fidyah sebagai pengganti kewajiban puasa yang ditinggalkan.
Akan tetapi, dalam haditsnya Nabi Muhammad menjelaskan apa yang mesti dilakukan wanita hami dan menyusui: "Sesungguhnya Allah memberikan keringanan bagi orang musafir berpuasa dan shalat, dan bagi wanita hamil dan menyusui berpuasa." (HR. Ahmad).
Berdasarkan hadits di atas, para ulama fiqih semuanya sepakat bagi wanita hamil ataupun
menyusui yang kesulitan atau berat untuk berpuasa, boleh berbuka atau tidak puasa Ramadhan. Akan tetapi dalam haditsnya, Nabi tidak menyebutkan konsekuensi apa bagi wanita hamil dan menyusui yang tidak dapat berpuasa ini, apakah jika mereka tidak berpuasa, diharuskan mengqadha, atau cukup dengan membayar fidyah, atau yang
lain.
Namun, kata Isnawati, jika membaca pemaparan pendapat para ulama mengenai masalah di atas, dan bagaimana mereka menarik kesimpulan hukum berdasarkan ayat Alquran dan
hadits di atas. Maka yang mesti dilakukan wanita hamil dan menyusui adalah mengqadhanya.
Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah yang disampaikan kepada Ummul-mukminin Aisyah radhiyallahuanha. Dari Aisyah radhiyallahuanha berkata,"Dahulu di zaman Rasulullah SAW kami mendapat haid. Maka kami diperintah untuk mengganti puasa. (HR Muslim).