Selasa 31 Mar 2020 17:05 WIB

Respons Covid-19, Jokowi Teken Perppu Kebijakan Keuangan

Perppu diteken untuk menjamin kesehatan masyarakat dan menyelamatkan perekonomian.

Presiden Joko Widodo memberikan keterangan pers terkait COVID-19 di Istana Bogor.
Foto: Antara/Hafidz Mubarak
Presiden Joko Widodo memberikan keterangan pers terkait COVID-19 di Istana Bogor.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan. Perppu ini ditujukan sebagai fondasi dalam menjamin kesehatan masyarakat, menyelamatkan perekonomian, dan stabilitas keuangan.

“Saya baru saja menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan,” kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam keterangan pers secara virtual dari Istana Kepresidenan Bogor, Selasa (31/3).

Baca Juga

Perppu itu lahir salah satunya untuk merespons pandemi Covid-19. Di mana saat ini sebanyak 202 negara termasuk Indonesia sedang menghadapi tantangan berat yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.

Pandemi Covid-19, kata Presiden, bukan hanya membawa masalah kesehatan masyarakat. Tetapi, juga membawa implikasi ekonomi yang sangat luas.

”Perppu ini memberikan fondasi kepada pemerintah bagi otoritas perbankan dan otoritas keuangan untuk melakukan langkah-langkah luar biasa dalam menjamin kesehatan masyarakat, menyelamatkan perekonomian nasional, dan stabilitas sistem keuangan,” kata Presiden.

Pemerintah memutuskan total tambahan belanja dan pembiayaan APBN untuk penanganan APBN 2020 adalah sebesar Rp405,1 triliun. Total anggaran tersebut akan dialokasikan Rp75 triliun untuk belanja bidang kesehatan, Rp110 triliun untuk perlindungan sosial, Rp70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat, dan Rp150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional termasuk restrukturisasi kredit dan penjaminan dan pembiayaan dunia usaha khususnya UMKM.

Sementara anggaran bidang kesehatan akan diprioritaskan untuk perlindungan tenaga kesehatan terutama pembelian APD, pembelian alat-alat kesehatan seperti tes kit, reagen, ventilator dan lain-lain, dan upgrade RS rujukan termasuk wisma atlet, insentif dokter, perawat dan tenaga rumah sakit serta santunan kematian tenaga medis serta penanganan masalahkesehatan lainnya.

“Kemudian anggaran perlindungan sosial akan diprioritaskan kepada PKH yang naik dari 9,2 juta keluarga menjadi 10 juta keluarga penerima manfaat juga akan dipakai untuk kartu sembako yang dinaikkan dari 15,2 juta orang menjadi 20 juta orang penerima,” kata Presiden.

Anggaran perlindungan sosial kata Jokowi, juga akan dipakai untuk Kartu Pra Kerja yang dinaikkan anggarannya dari Rp10 triliun menjadi Rp20 triliun untuk bisa melindungi sekitar 5,6 juta orang yang terkena PHK, pekerja informal, pelaku usaha mikro dan kecil.

Selain itu juga akan dipakai untuk pembebasan biaya listrik 24 juta pelanggan 450 VA dan 7 juta pelanggan 900 VA. Termasuk di dalamnya untuk dukungan logistik sembako dan kebutuhan pokok Rp25 triliun.

“Untuk stimulus ekonomi dan UMKM diprioritiaskan penggratisan PPh pasal 21 untuk pekerja sektor pengolahan dengan penghasilan maksimal Rp200 juta,” katanya.

Sementara untuk pembebasan PPN impor untuk pelaku impor bahan baku produk tujuan ekspor terutama untuk industri kecil dan menengah pada 19 sektor tertentu. Di samping itu juga akan dipakai untuk pengurangan PPh, 25 persen untuk wajib pajak, kemudahan impor tujuan ekspor industri menengah sektor tertentu, dan percepatan restitusi PPN bagi 19 sektor tertentu untuk menjaga likuiditas pelaku usaha dan untuk penurunan tarif PPh badan dari 25 persen jadi 22 persen. Dan penundaan pembayaran pokok dan bunga semua skema KUR yang terdampak COVID 19 selama 6 bulan.

Untuk bidang nonfiskal dalam menjamin ketersediaan barang yang saat ini dibutuhkan termasuk bahan baku industri, pemerintah melakukan beberapa kebijakan yaitu penyederhanaan larangan terbatas ekspor, penyederhanaan larangan terbatas impor, serta percepatan layanan proses ekspor impor melalui national logistic ecosystem.

Presiden Jokowi mengatakan Pemerintah bersama BI dan OJK mengoptimalkan bauran kebijakan moneter dan sektor keuangan untuk memberi daya dukung dan menjaga stabilitas perekonomian nasional. BI telah mengeluarkan kebijakan stimulus moneter melalui kebijakan "intensitas triple intervention” kemudian menurunkan rasio giro wajib minimum valuta asing bank umum konvensional. Dan juga memperluas underlying transaksi bagi investor asing dan penggunaan bank custody global dan domestik bagi kegiatan investasi.

OJK juga menerbitkan beberapa kebijakan yaitu keringanan dan atau penurunan pembayaran leasing untuk UMKM dan pekerja informal maksimal 1 tahun serta memberikan keringanan dan atau penundaan pembayaran atau leasing tanpa batasan plafon sesuai kemampuan debitur dan disepakati bank atau lembaga leasing.

“Perppu ini juga kita terbitkan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya defisit APBN yang diperkirakan mencapai 5,07 persen,” katanya.

Oleh karena itu, Presiden menambahkan, saat ini dibutuhkan relaksasi kebijakan defisit APBN di atas 3 persen. Namun, relaksasi defisit ini hanya untuk 3 tahun yaitu 2020, 2021, dan 2022. “Setelah itu kita akan kembali ke disiplin fiskal minimal 3 persen mulai 2023,” katanya.

Presiden mengharapkan dukungan dari DPR RI atas Perppu yang baru ditandatangani tersebut yang akan segera diundangkan dan dilaksanakan.

“Dan dalam waktu secepat-cepatnya kami akan menyampaikan ke DPR RI untuk mendapat persetujuan menjadi UU,” katanya.

TAKE

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement