Selasa 31 Mar 2020 17:47 WIB

Ini Pidato Lengkap Jokowi Terkait Perppu Keuangan Negara

Pemerintah menambah belanja APBN untuk penanganan Covid-19 Rp 405,1 triliun.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Friska Yolandha
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) atas aturan lama terkait keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan.
Foto: Antara/Hafidz Mubarak
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) atas aturan lama terkait keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan.

REPUBLIKA.CO.ID, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) atas aturan lama terkait keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan. Penerbitan Perppu ini sekaligus menganulir sementara penetapan batas aman defisit anggaran yakni tiga persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Berikut isi pidato Presiden Jokowi.

Baca Juga

Bapak, Ibu dan Saudara-saudara Se-Bangsa dan Se-Tanah Air. Penyebaran pandemi Covid-19 bukan hanya berdampak pada masalah kesehatan tetapi juga masalah kemanusiaan yg berdampak pada  aspek sosial, ekonomi, dan perekonomian negara kita. Karena situasi yang kita hadapi adalah situasi kegentingan yang memaksa, kebutuhan yang mendesak, maka Pemerintah memutuskan  untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu.

Setelah berbicara dengan Gubernur Bank Indonesia, Ketua Komisioner OJK, dan Kepala LPS, Perppu yang akan dikeluarkan Pemerintah berisikan kebijakan dan langkah-langkah luar biasa (extra ordinary) dalam menyelamatkan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan melalui berbagai relaksasi yang berkaitan dengan pelaksanaan APBN 2020 serta memperkuat kewenangan berbagai lembaga dalam sektor keuangan. 

Terkait penangan Covid-19 dan dampak ekonomi keuangan, saya menginstruksikan:

1. Total tambahan belanja dan pembiayaan APBN 2020 untuk penanganan Covid-19 adalah sebesar Rp 405,1 triliun. Dari angka itu, Rp 75 triliun untuk bidang kesehatan, Rp 110 triliun untuk Social Safety Net, Rp 70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus KUR, serta Rp 150 triliun dialokasikan untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional, termasuk restrukturisasi kredit dan penjaminan serta  pembiayaan untuk UMKM dan dunia usaha menjaga daya tahan dan pemulihan ekonomi.

2. Prioritas pertama, penyiapan anggaran untuk dukungan untuk bidang kesehatan sebesar Rp 75 triliun akan digunakan untuk:

• Perlindungan tenaga kesehatan, terutama pembelian APD, pembelian alat-alat kesehatan yang dibutuhkan, seperti test kit, reagen, ventilator, hand sanitizer dan lain-lain sesuai standar yang ditetapkan Kementerian Kesehatan. 

Upgrade 132 rumah sakit rujukan bagi penanganan pasien Covid-19, termasuk Wisma Atlet.

• Insentif dokter (spesialis Rp 15 juta per bulan, dokter umum Rp 10 juta), perawat Rp 7,5 juta dan tenaga kesehatan lainnya Rp 5 juta.

• Santunan kematian tenaga medis Rp 300 juta

• Dukungan tenaga medis, serta

• Penanganan kesehatan lainnya.

3. Prioritas kedua adalah penyiapan anggaran untuk perlindungan sosial: 

• PKH 10 juta KPM, dibayarkan bulanan mulai April (sehingga bantuan setahun naik 25 persen)

• Kartu sembako dinaikkan dari 15,2 juta menjadi 20 juta penerima, dengan manfaat naik dari Rp 150.000 menjadi Rp 200.000  selama 9 bulan (naik 33 persen)

• Kartu Prakerja dinaikkan dari Rp 10 triliun menjadi Rp 20 triliun untuk bisa meng-cover sekitar 5,6 juta pekerja informal, pelaku usaha mikro dan kecil. Penerima manfaat mendapat insentif pascapelatihan Rp 600 ribu, dengan biaya pelatihan 1 juta.

• Pembebasan biaya listrik 3 bulan untuk 24 juta pelanggan listrik 450VA, dan diskon 50 persen untuk 7 juta pelanggan 900 VA bersubsidi. 

• Tambahan insentif perumahan bagi pembangunan perumahan MBR hingga 175 ribu

• Dukungan logistik sembako dan kebutuhan pokok 25 triliun.

3. Prioritas ketiga adalah penyiapan anggaran untuk dunia usaha dalam rangka pemulihan ekonomi

• PPH 21 pekerja sektor industri pengolahan dengan penghasilan maksimal 200 juta setahun ditanggung pemerintah 100 persen.

• Pembebasan PPH Impor untuk 19 sektor tertentu, Wajib Pajak Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) dan wajib Pajak KITE Industri Kecil Menengah

• Pengurangan PPH 25 sebesar 30 persen untuk sektor tertentu  Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) dan wajib Pajak KITE Industri Kecil Menengah

• Restitusi PPN dipercepat bagi 19 sektor tertentu untuk menjaga likuiditas pelaku usaha.  

• Penundaan pembayaran pokok dan bunga untuk semua skema KUR yang terdampak Covid-19 selama 6 bulan.

• penurunan tarif PPh Badan menjadi 22 persen untuk tahun 2020 dan 2021 serta menjadi 20 persen mulai tahun 2022.

• Dukungan lainnya dari pembiayaan anggaran untuk mendukung pemulihan ekonomi.

Selain itu, dilakukan kebijakan nonfiskal seperti penyederhanaan Lartas ekspor, Penyederhanaan Lartas Impor, percepatan  layanan proses ekspor-impor melalui National Logistic Ecosystem. Kita juga mengoptimalkan bauran kebijakan moneter dan sektor keuangan bersama Bank Indonesia dan OJK untuk memberi daya dukung pada perekonomian dan menjaga stabilitas.

Bank Indonesia telah mengeluarkan kebijakan stimulus moneter melalui kebijakan intensitas triple intervention, menurunkan rasio Giro Wajib Minimun Valuta Asing Bank Umum Konvensional, memperluas underlying transaksi bagi investor asing, dan penggunaan bank kustodi global dan domestik untuk kegiatan investasi. Begitu juga OJK memberikan stimulus untuk debitur melalui penilaian kualitas kredit sampai 10 Milyar berdasarkan ketepatan membayar dan Restrukturisasi untuk seluruh kredit tanpa melihat plafon kredit. Restrukturisasi kredit UMKM dengan kualitas yang dapat langsung menjadi lancar.

Pemerintah tetap melakukan upaya menjaga pengelolaan fiskal yang hati-hati melalui refokusing dan realokasi belanja untuk penanganan covid-19, melakukan penghematan belanja (belanja K/L maupun TKDD) yang tidak prioritas sesuai perubahan kondisi tahun 2020 - sehingga dilakukan penghematan Rp 190 triliun dan termasuk realokasi cadangan sebesar Rp 54,6 triliun.

PERPPU juga mengantisipasi kemungkinan terjadinya defisit yang diperkirakan akan mencapai 5,07 persen. Karena itu perlu relaksasi kebijakan defisit APBN diatas 3 persen.

Namun relaksasi defisit hanya untuk 3 tahun (tahun 2020, 2021 dan 2022). Setelah itu kembali ke disiplin fiskal maksimal defisit 3 persen mulai tahun 2023.

Terakhir, PERPPU  ini akan segera saya tandatangani sehingga sudah bisa dilaksanakan. Dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya akan disampaikan ke DPR untuk mendapatkan persetujuan menjadi Undang-undang.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement