REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyetujui realokasi anggaran Pilkada 2020 untuk penanganan pandemi Covid-19 usai ada kesepakatan penundaan pilkada. Akan tetapi, pemerintah perlu memastikan ketersediaan anggaran ketika pilkada dilanjutkan.
"Kita setuju alasan kemanusiaan itu bisa dilakukan. Tapi dalam konteks lanjutan tahapan ketika akan kita lakukan juga membutuhkan kepastian anggaran dana tersebut," ujar Anggota Bawaslu RI Mochamamad Afifudin dalam diskusi virtual di Jakarta, Selasa (31/3).
Ia menuturkan, realokasi dana pilkada untuk penanganan virus corona ini muncul dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI. Di sisi lain, dampak-dampak pengalihan alokasi anggaran masing-masing pemerintah daerah harus dipikirkan.
"Juga harus kita pikirkan nanti dampak-dampaknya jika memang semua anggaran itu dialokasikan untuk situasi yang saat ini kita hadapi bersama-sama," kata Afif.
Terkait realokasi dana pilkada, menurut dia, penyelenggara pemilu harus dilibatkan dan berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sehingga ada pengaturan yang komprehensif tentang waktu penundaan pilkada dan dampaknya terhadap biaya pilkada.
Selain itu, personil penyelenggara ad hoc juga perlu dipikirkan ketika pilkada ditunda dalam jangka waktu yang lama. Penundaan tahapan pilkada saat ini saja membuat berhentinya aktivitas pilkada sehingga tak ada yang bisa dilakukan ad hoc.
Afif menuturkan, hal di atas juga perlu menjadi pertimbangan penyusunan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pilkada. Selain perubahan terhadap waktu pemungutan suara Pilkada 2020.
"Itu menjadi hal-hal yang menjadi pertimbangan ketika penyusunan Perppu sehingga cara kita menyelesaikan situasi darurat ini dalam konteks yang holistic, menyeluruh tidak terpatah-patah," tutur Afif.