Selasa 31 Mar 2020 21:52 WIB

Dana Pilkada Harus Tersedia Usai Realokasi untuk Corona

Dampak pengalihan alokasi anggaran masing-masing pemda harus dipikirkan.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Ratna Puspita
Anggota Bawaslu Mochammad Afifudin
Foto: Republika/Prayogi
Anggota Bawaslu Mochammad Afifudin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyetujui realokasi anggaran Pilkada 2020 untuk penanganan pandemi Covid-19 usai ada kesepakatan penundaan pilkada. Akan tetapi, pemerintah perlu memastikan ketersediaan anggaran ketika pilkada dilanjutkan.

"Kita setuju alasan kemanusiaan itu bisa dilakukan. Tapi dalam konteks lanjutan tahapan ketika akan kita lakukan juga membutuhkan kepastian anggaran dana tersebut," ujar Anggota Bawaslu RI Mochamamad Afifudin dalam diskusi virtual di Jakarta, Selasa (31/3).

Baca Juga

Ia menuturkan, realokasi dana pilkada untuk penanganan virus corona ini muncul dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI. Di sisi lain, dampak-dampak pengalihan alokasi anggaran masing-masing pemerintah daerah harus dipikirkan.

"Juga harus kita pikirkan nanti dampak-dampaknya jika memang semua anggaran itu dialokasikan untuk situasi yang saat ini kita hadapi bersama-sama," kata Afif.

Terkait realokasi dana pilkada, menurut dia, penyelenggara pemilu harus dilibatkan dan berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sehingga ada pengaturan yang komprehensif tentang waktu penundaan pilkada dan dampaknya terhadap biaya pilkada.

Selain itu, personil penyelenggara ad hoc juga perlu dipikirkan ketika pilkada ditunda dalam jangka waktu yang lama. Penundaan tahapan pilkada saat ini saja membuat berhentinya aktivitas pilkada sehingga tak ada yang bisa dilakukan ad hoc.

Afif menuturkan, hal di atas juga perlu menjadi pertimbangan penyusunan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pilkada. Selain perubahan terhadap waktu pemungutan suara Pilkada 2020.

"Itu menjadi hal-hal yang menjadi pertimbangan ketika penyusunan Perppu sehingga cara kita menyelesaikan situasi darurat ini dalam konteks yang holistic, menyeluruh tidak terpatah-patah," tutur Afif. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement