Selasa 31 Mar 2020 22:48 WIB

WHO: Negara Harus Jamin Martabat, Kesejahteraan Rakyat

WHO ingatkan negara menjamin martabat-kesejahteraan rakyat saat pembatasan aktivitas.

Red: Reiny Dwinanda
Direktur Jenderal World Health Organization (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus ingatkan negara-negara dunia agar menjamin martabat dan kesejahteraan warganya saat menerapkan pembatasan aktivitas dan pergerakan demi menekan penyebaran virus corona.
Foto: AP
Direktur Jenderal World Health Organization (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus ingatkan negara-negara dunia agar menjamin martabat dan kesejahteraan warganya saat menerapkan pembatasan aktivitas dan pergerakan demi menekan penyebaran virus corona.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengingatkan negara-negara dunia agar menjamin martabat dan kesejahteraan warganya saat menerapkan pembatasan aktivitas dan pergerakan demi menekan penyebaran virus corona tipe baru (SARS-CoV-2), penyebab Covid-19. Hal itu disampaikan Direktur Jenderal WHO Tedros Ghebreyesus dalam sesi pengarahan harian di Jenewa, Swiss.

"Kami memahami banyak negara saat ini menerapkan kebijakan yang membatasi kegiatan dan pergerakan warga. Penting bagi negara-negara itu untuk menghormati martabat dan kesejahteraan warga. Penting bagi pemerintah untuk menyampaikan informasi periode waktu pembatasan tersebut, serta menyediakan jaminan hidup untuk warga lanjut usia, pengungsi, dan kelompok yang rentan," kata Ghebreyesus dalam pidatonya, Senin (30/3), sebagaimana dipantau dalam laman resmi WHO, Selasa.

Baca Juga

Ghebreyesus menjelaskan, pemerintah negara-negara mitra wajib menjamin kesejahteraan warga yang kehilangan sumber pendapatannya selama pembatasan itu diterapkan.

"Pemerintah wajib menjamin kesejahteraan mereka yang membutuhkan uang untuk membeli makanan, perlengkapan sanitasi, dan kebutuhan mendasar lainnya," ujar dia.

Dalam kesempatan itu, Ghebreyesus mengatakan perhatian lebih diberikan ke negara-negara berpendapatan rendah dan menengah yang sebagian besar berada di wilayah Afrika, Asia, dan Amerika Selatan. Ia mencermati, beberapa negara memiliki sistem jaminan sosial yang kuat, tetapi banyak yang tidak.

"Saya berasal dari Afrika, sebagaimana Anda tahu, dan saya tahu banyak orang yang harus bekerja tiap harinya untuk membeli roti, dan pemerintah di seluruh negara perlu memikirkan jaminan hidup bagi kelompok ini," ujarnya.

Ghebreyesus pun menjelaskan, lockdown atau penutupan/karantina secara menyeluruh yang membatasi aktivitas serta pergerakan warga, bukan satu-satunya langkah yang dapat menekan penularan virus. Namun, kebijakan pembatasan perlu diikuti dengan penguatan sistem kesehatan.

Banyak negara telah menerapkan aturan pembatasan kegiatan, karantina secara menyeluruh, dan menutup perbatasan, di antaranya Italia, Spanyol, Inggris, Prancis, Filipina, bahkan Timor Leste. Selama pembatasan berlangsung, warga tidak diperkenankan ke luar rumah ,kecuali untuk keperluan esensial seperti membeli kebutuhan pokok, obat-obatan, serta mendatangi rumah sakit untuk perawatan.

Menurut Worldometers, laman penyedia data statistik independen, per Selasa (31/3), jumlah pasien positif Covid-19 di dunia mencapai 818.699 jiwa. Dari jumlah itu, 39.784 di antaranya meninggal dunia dan 173.197 pasien lainnya dinyatakan sembuh.

SARS-CoV-2 pertama kali mewabah di Kota Wuhan, China, pada akhir tahun lalu dan saat ini virus corona tipe baru itu telah menyebar ke sekitar 200 negara dan wilayah. Kasus tertinggi tidak lagi ditemukan di China, tetapi di Amerika Serikat dengan 174.684 pasien positif, disusul oleh Italia dengan 101.739 pasien, dan Spanyol 94.417.

Di China, jumlah pasien positif Covid-19 mencapai 81.518 jiwa dan 3.305 di antaranya meninggal dunia, sementara 76.052 lainnya berhasil pulih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement