REPUBLIKA.CO.ID, MONROVIA -- Ellen Johnson Sirleaf, yang membuat sejarah sebagai presiden perempuan terpilih pertama di Afrika, berbicara tentang krisis virus corona (Covid-19). Sirleaf yang sudah memimpin Liberia selama 12 tahun membagikan pengalamannya menangani wabah ebola 2014-2016 yang menewaskan hampir 5.000 orang di negaranya.
Dilansir di BBC pada Selasa (31/3), Sirleaf menulis surat kepada seluruh warga dunia. Tanggal 19 Oktober 2014 menjadi puncak wabah ebola yang mematikan di Afrika Barat.
Saat itu, sebanyak 2.000 warga Liberia meninggal dunia. Infeksi pun berkembang secara eksponensial. Saat itu, Sirleaf menulis surat kepada dunia untuk memohon mobilisasi personel dan sumber daya.
“Saya menuntut perhatian persatuan global untuk mencegah apa yang kami khawatirkan sebagai pandemik (terjadi) di seluruh dunia,” kata Sirleaf.
Hari ini Sirleaf kembali berbicara dalam pesan solidaritas. Hampir enam tahun lalu Sirleaf menjelaskan ihwal bagaimana ekonomi selepas konflik Liberia dan sistem perawatan kesehatannya yang rapuh telah membuat negaranya rentan terhadap penyebaran penyakit yang cepat.
Dia beranggapan, bagaimana dunia menanggapi krisis lokal di Afrika Barat akan menentukan kolektif keamanan kesehatan di Liberia. Sirleaf beranggapan penularan yang tidak terkendali, di mana pun di seluruh dunia, merupakan ancaman bagi seluruh umat manusia. Saat itu, dunia merespons secara positif permintaannya.
PBB dan Organisasi Kesehatan Dunia memimpin mobilisasi sumber daya, diikuti Amerika Serikat (AS). “Kami mengalahkannya bersama,” ujar Sirleaf.
Sebagai hasilnya, hari ini sudah ada vaksin eksperimental efektif dan antivirus ebola berkat kolaborasi dari para ilmuwan ilmiah terbaik di seluruh dunia. Dalam menghadapi wabah virus corona, Sirleaf mengajukan permohonan serupa kepada seluruh warga dunia.
Sirleaf melakukannya dengan sungguh-sungguh. Sejauh ini memang negara-negara Afrika terhindar dari dampak buruh Covid-19.
Namun, Sirleaf beranggapan, ini hanya masalah waktu sampai Afrika mengalahkan benua yang paling tidak siap melawan Covid-19. “Kita harus bertindak untuk memperlambat, memutus rantai transmisi, dan meratakan kurva,” kata Sirleaf.
Dia menyebut bahwa ada penyimpangan yang dilakukan sebagai respons awal terhadap virus, dari Asia ke Eropa, lalu ke Amerika, hingga menyebabkan isyarat tidak terjawab, waktu terbuang sia-sia. Informasi disembunyikan, diminimalkan, dan dimanipulasi. Dampaknya, kepercayaan hancur.
Dia mengatakan, ketakutan mendorong orang untuk lari, bersembunyi, menimbun barang semata untuk melindungi diri mereka, ketika satu-satunya solusi tetap berbasis pada komunitas. “Saya tahu ini. Saya membuat semua kesalahan langkah pada 2014, dan begitu juga para responden dunia. Namun, kami mengoreksi diri dan kami melakukannya bersama,” ujar Sirleaf.
Dia mengatakan, para pemimpin dunia berada di titik kritis ketika upaya memperlambat laju transmisi dilakukan. Dia mengajak warga dunia untuk jangan mengambil isyarat yang salah dari keadaan itu.
Upaya menutup negara tidak berarti suatu negara mementingkan diri mereka sendiri. Sebaliknya, upaya itu adalah tanda respons bersama bahwa penutupan perbatasan membuat perbedaan hasil terhadap penyebaran.
Sirleaf beranggapan, yang paling mendesak dilakukan adalah pembukaan keahlian dan fakta pengetahuan, penemuan ilmiah, peralatan, obat-obatan, dan personel. Covid-19 terjadi dari suatu negara yang melintasi perbatasan internasional. Karena itu, suatu respon tepat harus dilakukan meskipun tertunda.
“Setiap orang, di setiap negara, perlu melakukan bagian mereka,” kata Sirleaf.
Dia meyakini kesadaran itu akan membuat titik balik pengendalian penyakit di Afrika Barat. Di Liberia, Sirleaf mengatakan, warga negara tangguh menghadapi epidemi ebola dan kuat sebagai masyarakat. Hal itu memungkinkan Liberia untuk mengelola penyakit akibat Covid-19.
Dia sangat yakin dengan semangat individu di setiap tingkat masyarakat. Dia meyakinkan bahwa perbedaan agama dan komunal tidak berarti dibandingkan kepercayaan kolektif pada kekuatan doa dan upaya setiap orang.
Sirleaf mendoakan kesehatan dan kesejahteraan warga global. Dia mengingatkan, kemanusiaan bergantung pada kebenaran hakiki bahwa kehidupan yang dijalani dengan baik adalah kehidupan yang melayani orang lain.