Rabu 01 Apr 2020 09:46 WIB

Mengapa Darurat Kesehatan, Bukan Lockdown?

Ada pelajaran berharga dari lockdown di India dan Italia.

Presiden Jokowi menetapkan status darurat kesehatan bukan lockdown atau karantina wilayah. Petugas kesehatan memeriksa alat kesehatan di ruang IGD Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Senin (23/3/2020).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Presiden Jokowi menetapkan status darurat kesehatan bukan lockdown atau karantina wilayah. Petugas kesehatan memeriksa alat kesehatan di ruang IGD Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Senin (23/3/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dwina Agustin, Elba Damhuri

Tiba-tiba Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi menyatakan permohonan maaf kepada seluruh warga India, terutama masyarakat miskin. Permintaan maaf PM Modi ini menyusul keputusan lockdown India selama 21 hari yang memakan korban manusia dan berdampak pada perekonomian.

"Saya pertama-tama ingin meminta maaf kepada semua warga negara saya," kata Modi dalam pidato nasionalnya, Ahad (29/3). Modi mengatakan, warga miskin pasti akan menilai keputusannya merupakan hal yang membuat masalah baru.

Namun, dia menjelaskan, keputusan itu merupakan langkah yang harus diambil karena tidak ada pilihan lain. "Langkah-langkah yang diambil sejauh ini akan memberi India kemenangan atas corona," ujar Modi.

photo
Warga India mengantre di sebuah terminal bus perbatasan Uttar Pradesh dekat New Delhi, India, Sabtu (28/3). India menghadapi gelombang eksodus warga dari kota ke desa akibat lockdown. - (EPA/STR)

Permohonan maaf PM Modi tak lepas dari suasana beberapa kota besar di India yang sempat chaos menyusul keputusan lockdown. Ratusan ribu pekerja yang hidup dengan upah harian meninggalkan kota-kota besar seperti New Delhi, Bengalore, dan Mumbai. Mereka memadati terminal-terminal bus, tetapi tak tertampung.

Akhirnya, golongan pekerja dan keluarganya ini berjalan kaki ke rumah mereka di perdesaan. Mereka mengatakan tidak punya makanan atau uang. Sebagian mengaku sudah kelaparan karena tak ada uang untuk membeli makanan.

BACA LENGKAP: Lockdown Total India Chaos

PM Modi memerintahkan 1,3 miliar warga India untuk tetap berada di dalam rumah sampai 15 April. PM Modi percaya bahwa itulah satu-satunya harapan untuk menghentikan epidemi Covid-19. 

Kabar keributan dalam suasana lockdown juga terjadi di Italia bagian selatan, tepatnya di Sisilia. Aksi penjarahan di supermarket dan toko-toko makanan terjadi di Sisilia.

Polisi dengan pentungan dan senjata telah masuk untuk melindungi supermarket di Sisilia. Penjarahan dilakukan penduduk setempat yang tidak lagi mampu membeli makanan.

Lockdwon (penguncian) yang dirancang untuk meredam penularan Covid-19 telah berdampak pada jutaan pekerja dengan penghasilan tetap maupun tidak tetap. Putus asa menggelayuti sebagian masyarakat ini.

Hal itu meluap pada Kamis pekan lalu di Palermo, ibu kota Sisilia. Menurut harian La Repubblica, sekelompok penduduk setempat mengambil barang-barang dari salah satu supermarket Palermo tanpa membayar.

"Kami tidak punya uang untuk membayar. Kami harus makan," kata seseorang yang dilaporkan berteriak ke kasir. 

Di kota-kota Sisilia lainnya, pemilik toko kecil yang masih diizinkan untuk tetap buka telah ditekan oleh penduduk setempat untuk memberi mereka makanan gratis, menurut Il Corriere della SeraKoran itu menulis tentang "bom waktu sosial" di wilayah tersebut, yang merupakan rumah bagi sekitar 5 juta orang, yang secara resmi mencatat 57 kematian dari Covid-19.

BACA JUGA: Italia Perpanjang Lockdown Nasional

"Kekhawatiran banyak penduduk tentang kesehatan, pendapatan, masa depan akan berubah menjadi kemarahan dan kebencian jika krisis ini berlanjut," kata Giuseppe Provenzano, menteri Italia yang mengawasi wilayah selatan, kepada La Repubblica.

photo
Petugas medis berjalan di Roma saat Italia tengah dilanda virus corona. Italia akan menyediakan 10 ribu dokter dari mahasiswa kedokteran yang baru lulus. Ilustrasi. - (Angelo Carconi/EPA)

Seorang wartawan melihat empat polisi bersenjata menjaga salah satu pintu masuk supermarket Palermo pada Sabtu sore yang hujan. Mereka berdiri diam. Tangan di belakang punggung mereka atau terselip di tali rompi antipeluru mereka. Wajah mereka sebagian tersembunyi di balik topeng hijau.

Mereka tidak berbicara atau berinteraksi dengan pembeli. Kehadiran diam yang tampaknya ditujukan untuk menunjukkan pemerintah masih memegang kendali.

"Orang-orang yang menyerang supermarket tidak tahu apa-apa," kata Carmelo Badalamenti, seorang warga lokal yang seperti orang lain mengisi gerobak merahnya dengan bahan makanan sebelum semuanya tutup pada hari Ahad. "Menjarah supermarket tidak akan menyelesaikan apa pun."

Italia memiliki angka kematian tertinggi dari virus, dengan lebih dari 11 ribu kematian dan hampir 102.000 kasus dikonfirmasi--kedua setelah AS. Jumlah terkecil infeksi virus corona baru terjadi dalam hampir dua pekan pada Senin.

Di Amerika Serikat (AS) memang tidak ada lockdown total. Namun, pandemi corona menyebabkan warga di sana panik dan memborong senjata api.

Tak hanya tisu toilet dan bahan pangan yang banyak dicari warga AS di tengah merebaknya wabah Covid-19. Senjata berikut amunisinya menjadi sebagian dari beberapa barang yang banyak diborong karena pandemi virus corona terus menyebar ke seluruh AS.

Begitu banyak orang mengantre di toko-toko senjata dan memesan secara daring sehingga beberapa pengecer harus membatasi penjualan akibat kekurangan pasokan. Pada Ahad (15/3) pagi, misalnya, antrean panjang terjadi di luar toko Martin Retting Guns di Culver City, Kalifornia, sebelum toko dibuka, menurut USA Today.

"Orang-orang takut," kata Drew Plotkin dari Los Angeles kepada USA Today. "Ada banyak kepanikan di dunia dan orang-orang ingin dilindungi untuk skenario terburuk."

Untuk membatasi penyebaran Covid-19, beberapa kota di seluruh negeri sudah mulai menutup sekolah dan bisnis. Beberapa yang takut bahwa penutupan akan menyebabkan penjarahan sudah mulai menimbun senjata, menurut USA Today.

Ralph Charette (71) menghabiskan 1.500 dolar AS di sebuah toko senjata di Germantown, Wisconsin, setelah ia melihat pembeli agresif di toko kelontong, menurut surat kabar itu. "Ada banyak ketidakpastian dan paranoia, tetapi Anda harus melindungi diri Anda sendiri," kata Charette.

photo
Warga menyerbu kebutuhan pokok di sebuah supermarket di Tacoma, Washington, Amerika Serikat, Sabtu (7/3). Warga menyerbu kebutuhan pokok, terutama tisu toilet, di tengah penyebaran corona di AS. - (AP Photo/Ted S. Warren)

Pengecer di Kalifornia mengatakan kepada Newsweek bahwa mereka telah melihat peningkatan dalam pelanggan Asia membeli senjata. "Itu gila," kata David Liu, pemilik Arcadia Firearm & Safety di San Gabriel Valley, kepada Newsweek.

“Salah satu contohnya adalah pada tanggal 3 dan 4 Maret, saya memiliki 50 lebih orang datang ke sini untuk mengambil tes keamanan senjata api mereka dan setiap orang dari mereka membeli senjata. Itu sangat tidak biasa untuk toko kecil saya."

Liu yang menyebutkan kepada Newsweek bahwa orang Asia membeli senjata karena mereka takut menjadi sasaran mengatakan bahwa distributornya kekurangan amunisi.

Dennis Lin, pemilik Gun Effects dan Cloud Nine Fishing di City of Industry, Kalifornia, mengatakan kepada KABC bahwa ia juga melihat lebih banyak orang Asia-Amerika mempersenjatai diri. "Hanya orang yang melakukan diskriminasi," kata Lin. “Kami lupa. Kami semua orang. Kami di Amerika. Kami tidak di China."

Darurat Kesehatan, Bukan Lockdown Total

Berkaca dari kasus-kasus di Italia, India, dan AS; Indonesia akhirnya menolak lockdown total meski pada satu sisi korban meninggal dari tenaga medis (dokter) dan perawat pasien Covid-19 terus bertambah. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat terkait penyebaran wabah virus corona (Covid-19). Untuk menekan penularan Covid-19, Presiden Jokowi memutuskan memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

BACA JUGA: Darurat Sipil Jika Pembatasan Sosial Gagal

Jokowi menilai Covid-19 merupakan penyakit dengan faktor risiko yang menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat. "Oleh karenanya, pemerintah menetapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat," kata Jokowi dalam konferensi pers, Selasa (31/3).

Dasar hukum pemberlakuan PSBB ini adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dalam UU ini, PSBB ditetapkan oleh menteri kesehatan yang berkoordinasi dengan kepala gugus tugas Covid-19 maupun kepala daerah.

Selain itu, Presiden Jokowi juga telah menerbitkan peraturan pemerintah (PP) tentang pembatasan sosial berskala besar dan keppres penetapan kedaruratan kesehatan masyarakat untuk menjalankan kebijakan ini. Jokowi menegaskan agar kepala daerah tidak membuat kebijakan sendiri-sendiri yang tidak terkoordinasi. Seluruh kebijakan di daerah, menurut dia, harus sesuai dengan peraturan dan berada di dalam koridor UU, PP, serta keppres tersebut.

Permintaan lockdown sebelumnya didengungkan banyak pihak, mulai kepala daerah, politikus, pengamat, hingga dokter. Tujuan lockdown untuk mengikis penyebaran penularan Covid-19 yang kasusnya terus naik di Indonesia dan korban jatuh makin banyak, baik yang positif maupun meninggal.

Indonesia tidak sendiri. Meksiko juga mengumumkan keadaan darurat kesehatan pada Senin (30/3). Hal tersebut dilakukan saat kasus virus corona baru Covid-19 di negara Latin itu terus meningkat.

Selain mengumumkan darurat kesehatan, Meksiko turut menerapkan aturan pembatasan sosial yang lebih ketat. Pertemuan dibatasi hanya berjumlah 50 orang dan penangguhan kegiatan nonesensial diperpanjang.

"Ini berlaku secara ketat untuk orang yang berusia lebih dari 60 tahun, mereka yang memiliki hipertensi, diabetes, atau hamil, terlepas dari apakah pekerjaan mereka dianggap penting," kata Wakil Menteri Kesehatan Meksiko Hugo Lopez-Gatell.

photo
Wakil Menteri Kesehatan Meksiko Hugo Lopez-Gatell. - (EPA)

Meksiko adalah salah satu negara yang memiliki populasi dengan tingkat obesitas dan diabetes tertinggi di dunia. Baru-baru ini, para ahli memperingatkan bahwa penduduk negara tersebut lebih rentan daripada yang diperkirakan oleh usia rata-rata relatif muda.

Darurat kesehatan berlangsung hingga 30 April. Mereka yang melanggar aturan selama periode tersebut akan menghadapi tindakan administratif atau sanksi.

Pada Senin lalu, Meksiko mengumumkan peningkatan kasus Covid-19 dari 993 menjadi 1.094. Jumlah korban meninggal pun bertambah delapan orang sehingga totalnya menjadi 28 jiwa. 

Respons Atas Darurat Kesehatan

Anggota Komisi III DPR, Mulyadi, menilai penerapan darurat kesehatan lebih tepat daripada darurat sipil yang disampaikan Presiden Jokowi. Dalam penilaiannya, darurat sipil tujuannya tertib sipil untuk memastikan roda pemerintahan berjalan tertib. 

"Sangat berbeda dengan darurat kesehatan yang sebetulnya lebih tepat untuk kita terapkan pada saat ini," kata Mulyadi, dalam rapat daring Komisi III DPR RI dengan kapolri, Selasa (31/3).

Mulyadi menjelaskan, seperti tercantum dalam Perppu Nomor 23 Tahun 1959, darurat sipil memberi kewenangan besar pada negara atau pemerintah. Sementara itu, darurat kesehatan memberikan kewajiban pemerintah untuk memastikan kondisi masyarakat. Karena itulah, darurat kesehatan lebih relevan. 

Namun demikian, karena rencana darurat sipil diumumkan presiden, Mulyadi memberikan pesan khusus pada Polri sebagai alat negara yang memegang peran sentral bila nantinya darurat silil diberlakukan. Ia meminta Polri lebih mengedepankan humanisme dalam mengatur masyarakat. 

Pakar hukum tata negara dari Universitas Jember, Bayu Dwi Anggoro, menilai terbitnya PP dan keppres terkait status kedaruratan kesehatan masyarakat lebih tepat dalam menangani pandemi Covid-19. Menurut dia, penanggulangan wabah corona tidak bisa hanya dilakukan dengan pendekatan keamanan sebagaimana konstruksi darurat sipil.

"Keputusan mengedepankan kedaruratan kesehatan masyarakat daripada darurat sipil adalah langkah yang tepat dan cermat," kata Bayu di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Selasa (31/3) malam.

Penanggulangan wabah penyakit menular seperti Covid-19 tidak bisa hanya dilakukan dengan pendekatan keamanan. Bayu mengatakan, penanggulangan wabah penyakit harus dengan pendekatan pelindungan kesehatan bagi seluruh masyarakat. Langkah ini dengan tetap menyeimbangkan penghormatan martabat, hak asasi manusia, dan dasar-dasar kebebasan seseorang.

Hal itu berbeda jika presiden menetapkan darurat sipil yang dalam pasal 1 angka 1 Perppu 23/1959 adalah bentuk pengakuan bahwa alat-alat perlengkapan negara yang ada dianggap sudah tidak efektif dalam mengatasi permasalahan tersebut. "Padahal, nyatanya sampai saat ini pemerintah pusat dan pemerintah daerah masih dapat menangani permasalahan wabah Covid-19 dan terus mendapat dukungan masyarakat," katanya.

BACA JUGA: Stimulus Ekonomi Covid-19: Dari Listrik Gratis Sampai Defisit Melebar

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement