REPUBLIKA.CO.ID, FLORENCE -- Di tengah badai infeksi dan kematian yang melanda Italia, satu komunitas besar warga China justru tidak memiliki kasus Covid-19. Mereka justru menjadi bagian paling ketat menerapkan jaga jarak dan menjadi contoh warga yang taat pada peraturan.
Sebanyak 50 ribu etnis China yang tinggal di kota Prato, dua bulan lalu menjadi sasaran penghinaan dan serangan kekerasan karena warga ketakutan akan penyebaran virus corona. Lebih dari 360 keluarga atau sekitar 1.300 orang, terdaftar telah menempatkan diri mereka dalam isolasi diri dan menandatangani skema pengawasan kesehatan otoritas. Pemerintah memantau gejala dari jarak jauh dan berkomunikasi dengan mereka dalam bahasa China.
Selain itu, Italia adalah salah satu negara pertama yang memutuskan hubungan udara dengan China pada 31 Januari. Pada 8 Februari, hampir sebulan sebelum menutup semua sekolah, sekolah-sekolah yang ada menawarkan siswa yang kembali dari liburan di China untuk berhenti menghadiri kelas. Kondisi ini diperburuk dengan penilaian warga Italia yang menunjukan ketakutan akan kehadiran mereka di tempat publik.
Ketika infeksi Italia mulai terjadi pada akhir Februari dan awal Maret, beberapa keluarga yang mempertahankan kewarganegaraan China mulai mengirim anak-anak ke kerabat di daratan Cina. Hal ini karena mereka khawatir dengan sikap dan perilaku orang Italia di sekitar mereka.
Dengan pengawasan ketat dan menjadi kambing hitam karena virus corona tersebar di Italia, warga China di Prato, Tuscan justru menunjukan sebaliknya. "Di antara penduduk China di Prato bahkan tidak menemui satu pun kasus penularan Covid-19," kata pejabat tinggi kesehatan negara Tuscan, Renzo Berti.
Justru ketika warga Italia takut akan komunitas China akan membawa masalah kesehatan, mereka memberikan contoh terbaik untuk menjaga diri. Etnis China merupakan seperempat dari populasi Prato. Tetapi Berti memuji mereka dengan menurunkan tingkat infeksi seluruh kota menjadi hampir setengah dari rata-rata Italia dengan 62 kasus per 100 ribu penduduk dibandingkan 115 untuk negara tersebut.
Komunitas China Prato dikunci sejak akhir Januari atau tiga pekan sebelum infeksi pertama yang dicatat Italia. Mereka memutuskan untuk mengisolasi diri dan menutup segala bentuk kegiatan di luar ruangan. Ketika keluar rumah pun, mereka memutuskan menggunakan masker dan sarung tangan.
"Teman-teman ltalia saya menatap dengan aneh. Saya mencoba berkali-kali untuk menjelaskan kepada mereka bahwa mereka harus memakainya, tetapi mereka tidak mengerti," kata Luca Zhou. Ia terbang pulang dari China pada 4 Februari untuk bergabung kembali dengan istri dan putranya yang berusia 28 tahun di Prato.
Setelah melakukan karantina mandiri 14 hari, Luca melihat warga Italia begitu santai dan justru menghabiskan waktu untuk berlibur. Padahal, anggota komunitas China melakukan langkah yang juga dia lakukan.
Ketika orang-orang Italia pergi ke lereng ski dan berdesakan di kafe-kafe dan bar-bar seperti biasa, penduduk China di Prato telah menghilang. Jalanan yang masih dihiasi dengan dekorasi Tahun Baru China, justru sepi dan toko-toko tutup.
"Kami telah melihat apa yang terjadi di China dan kami takut pada diri kami sendiri, keluarga kami, dan teman-teman kami," kata pria 56 tahun yang memiliki bisnis ekspor anggur Italia ke China.
Dikutip dari Worldometers Italia telah melaporkan sebanyak 105.792 kasus infeksi Covid-19. Sedangkan total kematian mencapai 12.428 orang dan menjadi tertinggi di seluruh dunia, melampaui China dengan total kematian 3,305 orang pada Rabu (1/4).